Oleh Sutta Dharmasaputra

Akbar Tandjung adalah salah satu tokoh yang sudah mendeklarasikan diri siap untuk dicalonkan dalam Pemilu Presiden 2009. Keunggulan tokoh beringin ini, selain punya pengalaman beragam dan jam terbangnya tinggi, dia juga kerap berhasil mengatasi situasi-situasi sulit. Tangannya ”dingin”.

Pada awal reformasi, 1998, ketika Golkar menghadapi situasi kritis karena dianggap paling bertanggung jawab atas kesalahan rezim Orde Baru, Akbar justru tampil memimpin Partai Golkar. Dia tanggalkan jabatan Menteri Sekretaris Negara dan total mengurus partai.

Hasilnya, pada Pemilu 1999, dia berhasil menahan suara Partai Golkar di posisi nomor dua. Tidak semerosot yang dibayangkan banyak pihak. Dengan paradigma barunya, dia pun berhasil menggiring Partai Golkar menjadi bagian dari proses reformasi itu sendiri. Pada Pemilu 2004, bahkan, perolehan suara Partai Golkar kembali terdongkrak ke posisi teratas.

Ketika dirinya menghadapi kasus hukum yang dikenal dengan Bulogate, Akbar kembali menunjukkan kepiawaiannya. Tidak hanya bertangan dingin, tetapi ia juga berkepala dingin. Kendati terus dicecar wartawan dengan pertanyaan menyudutkan dan dikategorikan sebagai politisi busuk, dia tak pernah naik pitam. Dia selalu meladeni pers dan menjawabnya dengan tenang.

Seorang wartawati media nasional, dalam suatu kesempatan di Gedung DPR menjelang dikeluarkannya vonis Mahkamah Agung, sempat mengajukan pertanyaan sangat keras kepada Akbar. Namun, begitu dijawab dengan tenang, wartawati itu malah merasa iba. Matanya pun berkaca.

Setelah waktu berjalan dua tahun empat bulan, tepatnya 12 Februari 2004, Akbar dinyatakan tak bersalah oleh MA dalam kasus dana nonbudgeter Bulog. Namanya pun direhabilitasi.

Tak heran, J Kristiadi, pengamat politik senior dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), dalam pengantarnya pada buku Akbar Tandjung Anak Desa Sorkam, pernah menilai Akbar sebagai politisi yang dapat menahan diri serta ulet. ”Keberhasilan Bung Akbar tetap berada di panggung politik tidak terlepas dari kepribadiannya yang rendah hati, bijak, dapat menahan diri, tutur kata yang halus, serta ketekunan, kerja keras, dan keuletan dalam mengemban tugas,” tulis Kristiadi.

Pengalaman berpolitik

Pekan lalu, ketika ditemui di kediamannya di Jalan Purnawarman 8, Jakarta, Akbar pun bercerita banyak tentang niatnya untuk ikut dalam bursa calon presiden atau wakil presiden bila peluang itu memang ada. Dia merasa punya banyak pengalaman yang bisa menjadi bekal untuk memimpin negeri ini keluar dari berbagai persoalan.

”Barangkali tidak banyak tokoh yang punya pengalaman begitu beragam sebagaimana yang saya hadapi. Itulah yang jadi pendorong untuk memberikan pengabdian saya,” ujarnya.

Menurut Akbar, presiden dan wakil presiden itu adalah jabatan politik tertinggi. Karena itu, untuk menjadi presiden dan wakil presiden haruslah orang yang mempunyai pengalaman politik cukup mengingat dalam politik seorang pemimpin akan selalu dihadapi berbagai situasi sulit dan terus diuji. Pemimpin yang tidak punya pengalaman politik matang tidak akan terbiasa melakukan kalkulasi politik dengan benar.

”Saya punya pengalaman mendapat tekanan dari berbagai kasus. Saya bisa lolos dari tekanan-tekanan yang begitu berat dalam memimpin Partai Golkar. Di saat partai lain mengalami penurunan, Golkar justru naik pada Pemilu 2004 meski jumlahnya tidak terlalu besar dan menjadi pemenang,” katanya.

Ini semua dapat dicapai karena kemampuan melakukan perubahan dan beradaptasi dengan perubahan serta inovasi politik. Akbar justru merasa kecewa dengan performa Partai Golkar saat ini yang dalam kondisi sangat stabil, tetapi banyak mengalami kekalahan dalam pemilihan kepala daerah.

Menurut Akbar, seorang presiden juga harus siap menghadapi tekanan Dewan Perwakilan Rakyat. Baginya, hal itu justru tugas presiden yang harus dihadapi, bukan dihindari. Dia mencontohkan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair yang hampir setiap minggu berani berhadapan dengan parlemennya meski sistemnya berbeda dengan Indonesia.

”Itulah yang harus dilakukan pemimpin politik. Pemimpin harus mampu melihat peluang dan meyakinkan kebijakannya,” ujarnya.

Politisi tetapi visi kebangsaan

Sebagai orang yang sudah mengunjungi banyak pelosok Tanah Air, Akbar meyakini, negeri ini juga harus dipimpin oleh orang yang betul-betul memiliki wawasan kebangsaan kuat, luwes, dan memahami seluruh bangsa dengan keanekaragamannya dalam satu perspektif yang utuh.

Terlebih lagi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Pengalaman pribadinya pernah bersekolah di sekolah Muhammadiyah, Kristen, dan Katolik membentuk pribadi Akbar yang taat beragama, tetapi pluralis. Dia pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam dan ikut mendirikan Kelompok Cipayung (organisasi mahasiswa ekstrauniversiter dari berbagai agama).

”Keanekaragaman ini sumber kekuatan bangsa bila kita mampu membangun sinergi,” katanya.

Bisa jadi Akbar juga termasuk politisi paling getol ke daerah. Saat menjadi Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR, dia rutin ke daerah setiap Sabtu dan Minggu. Terkait dengan persiapan Pemilu 2009, Akbar juga kembali mengintensifkan kunjungannya ke daerah. Baru-baru ini dia pergi ke Kilometer nol, yaitu Sabang dan mengunjungi Merauke, tempat pendaratan pasukan LB Moerdani.

Dari kunjungan-kunjungan itu pula dia semakin merasa bahwa masih sangat banyak rakyat yang mengalami kesulitan hidup. Padahal, Indonesia mempunyai potensi besar, yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia. Karena itu, apabila dirinya berkesempatan memimpin negeri ini, dia juga berniat memfokuskan pada upaya pencerdasan kehidupan bangsa dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pembangunan ke depan, menurut dia, harus memprioritaskan pembangunan ekonomi. Pihak swasta dan investor asing juga harus didorong. Namun, Pemerintah Indonesia harus yang menentukan arahnya, bukan sebaliknya disetir. Pemerintah yang merupakan representasi negara harus mampu menjadikan seluruh isi bumi dan air yang dikuasainya untuk kemakmuran rakyatnya.

Terus bergerak

Menghadapi Pemilu Presiden 2009 yang semakin dekat, Akbar pun terus bergerak menyosialisasikan visi-misinya ke seluruh pelosok Tanah Air. Untuk menjangkau itu, selain berkunjung ke daerah, dia juga menggunakan berbagai media informasi.

Pada 5 April 2008, ia meluncurkan situs ”bangakbar.com”. Dia juga membuat program ”Dialog Bersama Bang Akbar” di Q Chanel yang bisa disaksikan pelanggan televisi berbayar setiap Selasa pukul 21.00. Dialog setengah jam tersebut juga dapat disaksikan di delapan televisi lokal, yakni di Palembang TV, Surabaya TV, Jogja TV, Semarang TV, Bali TV, Sumsel TV, Bandung TV, dan NTB TV.

”Sekarang sudah program yang ketujuh,” paparnya.

Setahun lalu, tepatnya 20 Mei 2007, Akbar juga sudah bersiap diri dengan mendeklarasikan suatu ormas yang bernama Barisan Indonesia atau disingkat Barindo. Ormas ini telah memiliki pengurus hampir di seluruh provinsi. Akbar duduk sebagai Ketua Dewan Pembina.

Akbar juga terus mengintensifkan kunjungannya ke berbagai daerah. Dia mengaku baru saja ke Kabupaten Wandama yang harus ditempuh dengan helikopter sekitar 50 menit dari Manokwari. Tanah itu merupakan awal adanya pendidikan di Papua.

”Papua yang begitu kaya, tetapi masyarakatnya masih tertinggal jauh,” katanya.

Dalam waktu dekat Akbar juga merencanakan mengunjungi Bouven Digul untuk mendapat inspirasi. Sebelumnya, dia juga ke Banda Naira tempat Sjahrir dan ke Bengkulu tempat pembuangan Bung Karno.

”Saya juga sudah ke Ende. Di sana ada sumur tempat mandi Bung Karno. Orang Ende bilang kalau mau dapat inspirasi dari perjuangan Bung Karno harus minum. Waktu itu saya bersama-sama yang lain pun minum di situ,” kata Akbar.

Dia juga sudah menemui sejumlah tokoh agama, mulai dari Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera KH Hilmy Aminuddin, sejumlah kiai sepuh di Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti KH Abdullah Faqih, KH Mutawakil, sampai menemui uskup di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Komunikasi dengan partai politik pun terus dilakukan. Dia sudah memberi ceramah tujuh angkatan di pengaderan Partai Demokrat atau partai-partai baru, seperti Partai Indonesia Sejahtera (PIS).

”Justru saya tidak pernah kasih ceramah di Partai Golkar. Saya tidak pernah diminta,” katanya sambil tersenyum. Meski demikian, dia masih terus mengadakan komunikasi secara informal dengan para pendukung setianya di Partai Golkar.

Sejauh ini memang belum ada partai yang memastikan untuk mengusung dirinya secara resmi pada Pemilu 2009. Namun, sudah ada delapan partai baru yang menawarkan dirinya untuk ikut konvensi pemilihan calon presiden dan wakil presiden.

Sejumlah partai lama juga sudah mulai melirik dirinya untuk ditempatkan sebagai calon wakil presiden. Partai itu antara lain Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Kemarin, tepatnya 14 Agustus 2008, politisi gaek ini genap berusia 64 tahun. Berarti, pada Pemilu 2009 nanti dia berusia 65 tahun. Akbar merasa dirinya masih cukup fit untuk memimpin negeri yang penuh persoalan ini.

”Tapi, sebagai orang beragama, harus kita kembalikan kepada Tuhan,” katanya.

Usia seorang pemimpin politik, menurut Akbar, harus dilihat sebagai kematangan berpolitik. Bukan tua-mudanya usia. Bisa saja seorang pemimpin itu masih muda, tetapi harus punya pengalaman politik yang baik. Sebaliknya, orang tua pun belum tentu bisa memimpin bila tidak mempunyai jam terbang tinggi dalam dunia politik.

Satu-satunya yang bisa menjadi ganjalan bagi Akbar untuk menempati posisi RI-1 dan RI-2 adalah kampanye negatif terkait dengan kasus hukum yang pernah menimpanya. Bahkan, bukan tidak mungkin ada juga pihak yang membawa kasus itu ke pengadilan. Namun, Akbar telah menyadari itu sebagai risiko politik.

Dalam politik dikenal prinsip minus malum. Dikarenakan tidak ada yang sempurna, kita harus memilih yang kurang buruk di antara yang buruk. Tangan dingin, kepala dingin, pengalaman panjang, serta jejaring yang berurat dan berakar dalam dari tokoh beringin ini patut diperhitungkan dan dipertimbangkan.

sumber : Kompas