Beranda Kampus Akibat “Jebakan” Pengangguran Berlipat

Akibat “Jebakan” Pengangguran Berlipat

241

Tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi semakin meningkat akibat “jebakan” pendidikan, karena para lulusan itu dibiarkan bersekolah, tetapi sulit mendapat pekerjaan. Dari tahun 2004, persentase pengangguran lulusan perguruan tinggi mencapai 5,7 persen dan berlipat dua pada 2008 menjadi 11,4 persen.

Demikian dikatakan Sekretaris Menteri Negara Riset dan Teknologi Benyamin Lakitan, Sabtu (1/11), di sela pembukaan Indonesia-Jepang Expo 2008 di arena Pekan Raya Jakarta Kemayoran, Jakarta.

“Upaya mencetak makin banyak tenaga terdidik memang penting, tetapi relevansi pendidikan jauh lebih penting,” kata Benyamin. Pada 2004, jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi sekitar 500.000 orang. Tahun 2008 menjadi dua kali lipatnya, 1,1 juta orang.

Menurut Benyamin, Jepang patut dicontoh. Pendidikan yang dikembangkan di sana sangat relevan dengan tujuan.

Pada salah satu sambutan pembukaan Indonesia-Jepang Expo 2008 yang diselenggarakan atas kerja sama Harian Kompas dan Nikkei dari Jepang, Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama mengatakan, salah satu pemicu perkembangan yang membawa kemajuan pesat di Jepang adalah Restorasi Meiji.

Salah satu pesan penting dari Restorasi Meiji, seperti diutarakan Benyamin, pentingnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan. “Restorasi Meiji pemicu majunya teknologi melalui pendidikan yang relevan dengan tujuan, yaitu pendidikan dengan materi keilmuan dari dunia Barat kala itu,” kata Benyamin.

“Salah satu langkah dasar yang harus dibenahi di Indonesia saat ini adalah pengembangan riset keilmuan. Dikotomi riset dasar dan terapan seharusnya dihilangkan dan diubah menjadi curiousity driven research (riset mencari tahu) dan goal oriented researh (riset berorientasi tujuan),” kata Benyamin.

Indonesia sebagai negara agraris, tetapi dunia pendidikan agrarisnya justru merosot. Ini bukti lemahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan publik.

“Membaca kebutuhan publik sangat penting, sehingga seperti di Jepang, pemerintah patut mengatur prioritas industri dengan didukung lembaga pendidikannya,” ujar dia.

Pada zaman Meiji, saat terjadi pergolakan mencari identitas nasional (1885-1895), para generasi mudanya memutuskan mendalami berbagai kemajuan dunia Barat melalui pendidikan dengan mengedepankan tradisi Jepang.

Keandalan pengembangan nilai-nilai lokal Jepang saat ini sebetulnya diturunkan Jepang di Indonesia. Salah satunya, seperti disinggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pembukaan kegiatan Indonesia-Jepang Expo 2008, adalah program Jogjatic di Yogyakarta: konsep satu desa satu produk.

Produk tersebut berasal dari potensi dan kearifan lokal un- tuk tujuan ekspor ke Jepang. Presiden ketika itu mengimbau supaya program Jepang ini diperluas ke wilayah provinsi lainnya. (NAW)

sumber : Kompas