Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi—seperti PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan PT PGN (Persero Tbk)—merupakan tulang punggung ekonomi nasional dan pengelola hajat hidup orang banyak. Dalam perannya sebagai penyedia layanan publik dan pelaksana proyek strategis nasional, BUMN energi mengelola anggaran triliunan rupiah setiap tahun. Oleh karena itu, pengawasan terhadap tata kelola BUMN sektor ini merupakan isu krusial, terutama dalam mencegah korupsi, inefisiensi, dan konflik kepentingan.
Namun sejumlah skandal besar seperti mega korupsi di Pertamina (kerugian negara ditaksir mencapai Rp968,5 triliun), korupsi proyek fiktif LNG, serta penyimpangan dalam pengadaan listrik berbasis EBT menunjukkan adanya kegagalan sistemik dalam kebijakan pengawasan sektor ini.
________________________________________
Instrumen dan Mekanisme Pengawasan yang Ada
a. Kementerian BUMN
Sebagai instansi pembina, Kementerian BUMN berperan sebagai perwakilan pemegang saham negara. Kementerian ini menerbitkan kebijakan strategis, melakukan penilaian kinerja melalui Key Performance Indicator (KPI), dan menunjuk direksi serta komisaris.
Masalah utama: Kementerian BUMN seringkali tidak independen secara politik. Proses penunjukan direksi dan komisaris kerap didasarkan pada kedekatan politik dan bukan profesionalisme. Konflik kepentingan antara fungsi pembina dan pemilik juga memudarkan objektivitas pengawasan.
b. Kementerian Keuangan & BPKP
Keduanya berperan dalam audit dan evaluasi pengelolaan keuangan serta kinerja BUMN.
Masalah utama: Audit bersifat reaktif, dan seringkali tidak menjerat pelanggaran sistemik. Rekomendasi BPKP/BPK tidak selalu ditindaklanjuti dengan reformasi struktural.
c. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
KPK berwenang menyelidiki kasus korupsi di lingkungan BUMN, termasuk sektor energi. Namun sejak revisi UU KPK tahun 2019, efektivitas lembaga ini dalam menyasar korupsi korporasi menurun drastis.
Contoh: Dalam skandal Pertamina, KPK tidak menempuh penyelidikan meski dugaan korupsi triliunan rupiah terungkap oleh Kejaksaan Agung.
d. Dewan Komisaris dan Audit Internal
Setiap BUMN wajib memiliki Dewan Komisaris dan Unit Pengendalian Internal (SPI). Dalam praktiknya, komisaris sering berfungsi seremonial, sementara SPI tidak independen dari direksi.
Masalah utama: Banyak komisaris diisi oleh politisi atau relawan pemilu. Akuntabilitas terhadap publik lemah, dan laporan pengawasan internal jarang dipublikasikan secara terbuka.
________________________________________
Tantangan Kebijakan Pengawasan BUMN Energi
a. Politik Penunjukan Jabatan
Penempatan komisaris dan direksi berdasarkan kedekatan politik menyebabkan lemahnya profesionalisme dan membangun jaringan rente dalam tubuh BUMN.
b. Ketiadaan Transparansi Publik
BUMN energi jarang membuka laporan pengadaan, investasi, atau kerugian bisnis ke publik. Ini menyulitkan partisipasi publik dalam pengawasan.
c. Ketiadaan Whistleblower System yang Aman dan Efektif
Karyawan BUMN yang membocorkan dugaan korupsi sering menghadapi ancaman pemecatan atau kriminalisasi.
d. Rendahnya Pelibatan DPR dan CSO
Parlemen cenderung terfokus pada rapat formal dan laporan tahunan, tanpa proses pengawasan substantif terhadap proyek dan investasi raksasa. Sementara itu, CSO (civil society organizations) masih dipinggirkan dalam kebijakan pengawasan sektor energi.
________________________________________
Rekomendasi Kebijakan dan Reformasi Pengawasan
a. Reformasi Penunjukan Direksi & Komisaris
• Terapkan sistem uji kelayakan terbuka berbasis kompetensi profesional.
• Hapus konflik kepentingan antara afiliasi politik dan jabatan di BUMN.
b. Transparansi Anggaran dan Proyek
• Wajibkan publikasi laporan pengadaan, proyek strategis, dan kerja sama internasional.
• Gunakan prinsip keterbukaan data sebagai standar tata kelola.
c. Perkuat Peran Lembaga Independen
• Libatkan Lembaga Non-Kementerian seperti Ombudsman dan Komnas HAM untuk mengawasi kebijakan korporasi yang berdampak pada masyarakat luas.
• KPK perlu mengaktifkan kembali fungsi penindakan terhadap korupsi BUMN energi.
d. Integrasi Whistleblower System Nasional
• Kembangkan sistem perlindungan pelapor internal dengan jaminan hukum.
• Sediakan kanal pelaporan independen yang tidak terafiliasi dengan direksi perusahaan.
e. Penguatan Audit Berbasis Risiko
• BPKP dan BPK perlu lebih fokus pada sektor energi karena risiko korupsinya tinggi.
• Audit keuangan dan audit kinerja harus dikaitkan langsung dengan penilaian ulang struktur organisasi.
________________________________________
Mencegah Korupsi Energi Adalah Menjaga Kedaulatan Negara
Pengawasan BUMN energi bukan semata urusan keuangan korporasi, melainkan persoalan strategis nasional. Energi adalah nadi pembangunan dan simbol kedaulatan. Ketika sektor ini dikorupsi, bukan hanya anggaran negara yang hilang—tapi masa depan rakyat yang dirampas.
Reformasi kebijakan pengawasan BUMN energi harus menjadi agenda negara dan tuntutan publik. Rakyat berhak tahu bagaimana uang mereka digunakan, siapa yang mengambil keputusan strategis, dan bagaimana pelanggaran ditindak. Tanpa itu, korupsi akan terus bersembunyi di balik bendera merah putih perusahaan negara.
________________________________________
Oleh Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., M.M.