Anas Urbaningrum itu, ternyata bak musang berbulu domba; atau malah macan berbulu kelinci. Sebelumnya ia dikenal sebagai politisi muda yang santun, intelek, dan calon pemimpin Indonesia yang diunggulkan. Dalam usia 40 tahunan ia berhasil menjadi Ketua Umum Partai yang memerintah, Partai Demokrat! Banyak yang tidak menduga Anas tega membobobol uang negara sebesar itu, yang menurut penuntut KPK lebih dari senilai Rp 150 miliar ( bila semua dirupiahkan). Ini diperkuat pernyataannya “Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas,” kata Anas, dua tahun lalu. Ternyata, anas membobol uang negara demikian fantastis dalam sekejap.

Lalu, kemarin sore 24 September 2014, Anas divonis Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan hukuman pidana selama 8 tahun penjara, denda Rp 300 juta, dan juga diminta mengembalikan uang sebesar. Rp 57.590.330.580 dan 5.261.070? dolar AS. Padahal tuntutan Jaksa 15 tahun penjara serta membayar uang pengganti sebrsar Rp 94.180.050.000 dan 5.261.070? dolar AS.

Uang negara sekira Rp 120 Miliar harus dikembalikan, berati setidak-tidaknya, sebesar itu uang negara “berhasil” disikat Anas. Penyalahgunaan kewenangan yang luar biasa sebagai politisi Partai Demokrat sejak menjadi anggota DPR, ketua Fraksi Demokrat, dan lalu menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Karir politik Anas, tidak lebih dari 5 tahun, tetapi setidaknya berhasil menilap 120 miliar uang negara. Kekayaan Anas ternyata cukup fantastik tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan dibanding dengan profil penghasilannya.

Hakim Majelis menemukan Anas terbukti mendapatkan uang terkait pengurusan proyek Hambalang (jadi dong, harus digantung dimonas atas inisiatif Anas), proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek APBN lainnya yang diperoleh Grup Permai. Dari pengumpulan uang di perusahaan milik Nazzarudin dan Anas ini, majelis menilai Anas terbukti menggunakannya untuk pemenangan dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam kongres di Bandung tahun 2010.

Putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Anas Urbaningrum terbukti melanggar subsider Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi dalam dakwaan pertama. Selanjutnya, Anas terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan membeli sejumlah tanah dan bangunan dari uang hasil korupsi, melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Anas diberatkan karena sebagai anggota DPR RI, Ketua fraksi dan Ketua Umum Partai memberikan teladan baik tentang pejabat negara yang bersih dari KKN, tidak mendukung pemberantasan korupsi, Ia malah menilap uang negara melalui kewenangannya.

Anas memiliki kewenangan menjadi pejabat negara, dimulai ketika menjadi kader Partai Demokrat tahun 2005 (setelah sebelumnya menjadi anggota KPU yang memenangkan SBY), menjadi anggota DPR tahun 2009, dan ketua Fraksi Partai Demokrat sejak 1 Oktober 2009, lalu menjadi Ketua Umum Partai Demokrat pada 23 Juli 2010 hingga 23 Februari 2013, dengan hasil 150 Miliar lebih

Menuju puncak karir politiknya dimulai ketika pada Pemilu tahun 1999, Anas menjadi anggota Tim Seleksi Partai Politik, atau Tim Sebelas, yang bertugas memverifikasi kelayakan partai politik untuk ikut dalam pemilu. Selanjutnya ia menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001-2005 penyelenggara Pemilu 2004 yang dimenangkan SBY sebagai presiden. lalu mengundurkan diri dari KPU, Anas bergabung dengan Partai Demokrat loncat (atau “ditarik”) SBY menjadi kader Partai Demokrat “sebagai balas jasa” sejak 2005 sebagai Ketua Bidang Politik dan Otonomi Daerah. Perilaku korup pun dimulai. Anas pun menjadi naas.

Dana sebesar 120 miliar yang harus dikembalikan Anas sangat berarti bagi bangsa ini, khususnya bagi masyarakat yang untuk makan nasi saja susah. Jika dibelikan beras 10.000/kilo, Anas telah menilap 12.000.000 kilogram atau 12.000 ton beras. Bila satu keluarga dengan dua anak (4 orang) memerlukan 1 kilogram beras sehari, maka Anas telah merenggut nasi dari 12 juta keluarga, atau 48 juta orang dalam sehari di negara ini. Jika Anas menilap Rp 120 miliar itu dalam 5 tahun, maka rata-rata ia menilap 120/60 miliar per bulan atau sekitar 2 miliar per bulan. Uang senilai 2 miliar per bulan dapat membelikan 200 ton beras yang bisa mencukupi nasi bagi 27.000 orang rakyat sebulan.

Anas Urbaningrum,dan 466 politisi korup yang telah berhasil diciduk hingga hari ini sungguh tega. Mereka wakil rakyat bukan malah mewakili aspirasi konstituennya, tetapi merebut jatah nasi dari ribuan rakyat yang masih hidup miskin. Parahnya, saya yakin, meski telah 467 politisi telah di-hotel-prodeo-kan, hal ini ibarat fenomena gunung es ; yang belum dicokok KPK dan penegak hukum lainnya masih jauh lebih banyak. Diyakini, di atas 50% politisi korup; baik korupsi uang negara, korupsi politik, dan berbagai modus korup lainnya. Jatah nasi berapa juta rakyat yang mereka korupsi? Sungguh teganya, teganya, teganya, …. oooo, pada rakyatnya…

Bandung 25 September 2014

Bernard Simamora

(lihat juga di kompasiana.com)