Di tengah gempuran isu politik nasional dan fokus masyarakat pada panggung kekuasaan, satu kasus besar kembali menyeruak: dugaan korupsi proyek fiktif di tubuh PT Telkom Indonesia Tbk. Nilainya tidak main-main—Rp 431,7 miliar, uang negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur digital dan pelayanan publik, justru diduga “digelapkan” dalam proyek yang tidak pernah ada wujudnya.

Jika rakyat diam, jika media bungkam, dan jika hukum lamban, maka uang ratusan miliar ini akan lenyap begitu saja. Maka kini saatnya kita berseru bersama: Ayo Kawal! Jangan Biarkan Kasus Ini Hilang di Meja Lembaga Hukum!

Apa yang Terjadi?

Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkap adanya indikasi penggelembungan anggaran dan pengadaan proyek fiktif di lingkungan PT Telkom Indonesia Tbk, yang terjadi melalui anak usahanya. Nilai kerugian negara yang ditaksir dalam penyidikan mencapai Rp 431,7 miliar.

Modusnya diduga melibatkan skema pembuatan proyek infrastruktur digital yang sebenarnya tidak pernah dilaksanakan, tetapi telah dicairkan anggarannya secara penuh. Dalam struktur kasus ini, pihak-pihak dari internal Telkom dan mitra penyedia jasa disebut bekerja sama secara sistematis: mulai dari manipulasi dokumen, laporan progres fiktif, hingga pembayaran penuh atas proyek yang tak terealisasi.

Mengapa Kita Harus Peduli?

  1. Telkom adalah BUMN Digital Terbesar.
    Uang yang dikorupsi berasal dari dana publik, dari keuntungan BUMN milik negara yang semestinya dikembalikan untuk rakyat dalam bentuk layanan dan infrastruktur.
  2. Korupsi Teknologi = Menghambat Akses Digital Rakyat.
    Proyek fiktif ini seharusnya memperluas jaringan internet, memperbaiki layanan publik, dan membangun transformasi digital di Indonesia. Tapi karena dikorupsi, rakyat lagi-lagi jadi korban.
  3. Rp 431,7 Miliar Bukan Angka Kecil.
    Dengan dana sebesar itu, bisa dibangun lebih dari 8.000 titik WiFi publik, 400 sekolah digital di daerah tertinggal, atau 3.000 menara sinyal di pelosok.
  4. Jika Telkom saja bisa dikorupsi, bagaimana dengan BUMN lainnya?
    Kasus ini bisa jadi puncak gunung es. Pengawasan publik harus meluas ke seluruh BUMN, terutama yang mengelola proyek digitalisasi dan infrastruktur besar.

Siapa Saja yang Terlibat?

Hingga saat ini, penyidikan masih berjalan. Namun Kejaksaan Agung telah menyatakan adanya indikasi kuat keterlibatan:

  • Oknum manajemen Telkom dan anak perusahaannya,
  • Mitra swasta penyedia proyek infrastruktur digital,
  • Kemungkinan keterlibatan pihak internal yang menyetujui pencairan tanpa verifikasi progres proyek.

Pertanyaan publik kini bukan lagi “apakah ada korupsi?”, tapi “siapa yang akan dikorbankan, dan siapa yang akan dilindungi?”

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

1. Suarakan di Media Sosial

Gunakan tagar:
#KawalKasusTelkom #TelkomRp431M #KorupsiDigital #BUMNMilikRakyat

2. Dorong Transparansi di BUMN

Tuntut agar Telkom Indonesia membuka laporan proyek-proyek strategisnya ke publik, termasuk anggaran digitalisasi, pengadaan perangkat, dan distribusi kerja sama dengan swasta.

3. Desak KPK, Kejagung & BPK Bertindak Serius

Kita perlu kawal bersama agar tidak ada “penanganan setengah hati” dan tidak berhenti di aktor kelas bawah.

4. Galang Dukungan Mahasiswa, Jurnalis, dan LSM

Keterlibatan publik luas akan menjadi kekuatan moral yang mencegah pengaburan fakta dan impunitas bagi para pelaku.

Jangan Sampai Kita Tertipu Teknologi Bertirai Korupsi

Di era digital, korupsi tidak lagi hanya terjadi lewat koper dan dokumen palsu. Ia bisa terjadi di balik server, aplikasi, hingga proyek berbasis cloud yang “tak terlihat”. Justru karena tak terlihat itulah, kita harus semakin waspada dan vokal.

Korupsi digital sama bahayanya dengan korupsi fisik.
Yang dirugikan tetap rakyat. Yang membayar tetap kita.
Yang diuntungkan? Segelintir elite yang bermain di ruang gelap kekuasaan dan korporasi.

Ayo kawal! Jangan biarkan skandal Rp 431,7 miliar ini terkubur.

(Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., M.M. )