Wakil Presiden adalah representasi kehendak rakyat. Tapi Gibran Rakabuming Raka tidak lahir dari partisipasi, tidak dibentuk oleh aspirasi, dan tidak mengakar pada dukungan publik yang otentik. Ia bukan representasi rakyat — ia representasi kekuasaan. Maka berikut 100 alasan mengapa Gibran harus dimakzulkan, karena ia bukan Wakil Presiden rakyat.
401–420: Tidak Mewakili Aspirasi Rakyat, Tapi Ambisi Keluarga
401. Gibran tidak mencalonkan diri karena desakan rakyat, tapi karena dorongan kekuasaan keluarga.
402. Pencalonannya lahir dari dapur istana, bukan dari dapur rakyat.
403. Rakyat tidak pernah dimintai pendapat saat syarat usia diubah melalui MK.
404. Tidak ada musyawarah publik soal layak atau tidaknya Gibran menjadi wapres.
405. Ia hanya muncul sebagai cawapres setelah semua jalan sudah “dibersihkan” oleh elite.
406. Tidak ada partisipasi rakyat dalam proses pencalonan Gibran.
407. Yang ada adalah konsensus elite yang disetujui penguasa.
408. Ini bertentangan dengan prinsip demokrasi partisipatoris.
409. Wakil Presiden seharusnya mewakili harapan rakyat, bukan kesepakatan keluarga presiden.
410. Gibran tidak punya basis legitimasi kerakyatan yang murni.
411. Ia bukan pilihan rakyat, tapi pilihan dari atas.
412. Tidak ada organisasi akar rumput independen yang mendorong pencalonannya.
413. Ia tidak punya sejarah advokasi isu-isu rakyat.
414. Ia tidak dikenal sebagai pembela kelompok marjinal, petani, buruh, atau pelajar.
415. Gibran adalah wajah birokratis dari politik privilese.
416. Rakyat hanya diberi tahu bahwa Gibran adalah cawapres — tanpa ruang menolak.
417. Pilihan rakyat dimanipulasi lewat pencitraan dan mobilisasi mesin kekuasaan.
418. Proses seperti ini bukan demokrasi, tapi oligarki elektoral.
419. Maka Gibran bukan wakil rakyat — ia adalah wakil kuasa.
420. Dan wakil kuasa tak layak duduk di kursi wakil presiden.
421–440: Tak Punya Reputasi Nasional Sebagai Pemimpin Publik
421. Gibran belum pernah menempati jabatan publik tingkat nasional.
422. Ia belum membuktikan kepemimpinan dalam krisis skala nasional.
423. Selama menjabat Wali Kota Solo, tidak ada terobosan berskala nasional yang dilahirkan.
424. Gibran belum teruji dalam urusan ekonomi, hukum, atau kebijakan strategis.
425. Ia belum pernah menangani isu pertahanan, diplomasi, atau stabilitas negara.
426. Wakil Presiden seharusnya siap menggantikan Presiden setiap saat — Gibran belum memenuhi syarat ini secara kapasitas.
427. Ia bahkan tidak pernah menjadi anggota DPR, menteri, atau kepala lembaga nasional.
428. Gibran tidak memiliki jejak pemikiran strategis.
429. Tidak ada publikasi, pidato, atau inisiatif nasional yang dikenal publik darinya.
430. Maka ia bukan tokoh nasional, melainkan figur lokal yang diorbitkan kekuasaan.
441–460: Tidak Pernah Diuji Lewat Kontestasi Demokratis Seutuhnya
441. Gibran tidak melewati proses seleksi terbuka dalam partai pengusungnya.
442. Ia langsung ditunjuk oleh elite sebagai pasangan capres, tanpa konvensi atau penjaringan.
443. Tak ada adu gagasan antara Gibran dengan tokoh-tokoh muda lainnya.
444. Ia tidak pernah bersaing dalam forum ideologi atau debat publik nasional.
445. Semua berlangsung senyap dan instan.
446. Ini bukan seleksi demokratis — ini perintah politik.
447. Bahkan dalam kampanye pun, ia lebih banyak tampil sebagai pelengkap Prabowo.
448. Gibran tidak pernah berdiri sendiri membangun narasi kenegaraan.
449. Ia lolos bukan karena gagasan, tapi karena koneksi.
450. Maka keterpilihannya mencerminkan kegagalan sistem seleksi kepemimpinan.
461–480: Wakil Presiden Seharusnya Mewakili Keseimbangan Politik dan Moralitas
451. Dalam sistem presidensial, Wapres bukan hanya pelengkap, tapi penjaga stabilitas pemerintahan.
452. Gibran tidak memiliki pengalaman memadai untuk menengahi konflik politik nasional.
453. Ia tidak memiliki kepercayaan dari berbagai spektrum kekuatan politik.
454. Ia belum menunjukkan kebijaksanaan dalam situasi-situasi moral sulit.
455. Wakil Presiden harus mampu bertindak dalam saat genting — publik belum melihat itu dari Gibran.
456. Kewibawaan Gibran sebagai negarawan belum terbentuk.
457. Wakil Presiden harus menjadi pengimbang internal dalam pemerintahan — Gibran terlalu terikat dengan satu figur: ayahnya.
458. Ia tidak independen secara politik maupun psikologis.
459. Pemimpin yang tak punya jarak dari presiden, tak bisa jadi pengimbang.
460. Maka ia gagal memenuhi fungsi strategis Wapres dalam sistem kenegaraan.
481–500: Wapres Hasil Manipulasi Takkan Mampu Menjaga Martabat Negara
481. Gibran duduk di kursi Wapres bukan hasil perjuangan, tapi hasil manipulasi hukum.
482. Prosesnya cacat, dari MK sampai KPU.
483. Legitimasi yang lahir dari pelanggaran etik tidak bisa menjadi dasar jabatan negara.
484. Pemilu hanya sah bila didasarkan pada keadilan prosedural dan substantif.
485. Gibran adalah simbol pemilu yang tidak jujur dan tidak adil.
486. Ia tak akan pernah memiliki legitimasi moral di hadapan rakyat kritis.
487. Di forum internasional, ia akan jadi simbol kontroversi, bukan kebanggaan.
488. Kepemimpinannya akan selalu dipertanyakan oleh sejarah.
489. Negara ini terlalu besar untuk dipimpin oleh figur yang lahir dari kompromi kekuasaan.
490. Makzulkan Gibran sebelum krisis legitimasi makin dalam.
491. Jangan wariskan kepemimpinan berbasis manipulasi kepada generasi berikutnya.
492. Hentikan preseden bahwa posisi negara bisa diperoleh lewat hubungan darah.
493. Negara harus kembali menjadi milik rakyat — bukan milik keluarga.
494. Demokrasi harus dibersihkan dari residu pencitraan dan dinasti.
495. Kita tidak membenci orangnya, kita membenci sistem yang melahirkannya.
496. Rakyat berhak mendapatkan Wapres yang lahir dari rahim konstitusi, bukan rahim nepotisme.
497. Wapres harus kuat secara legitimasi dan kapasitas — Gibran gagal di keduanya.
498. Tidak ada waktu menunggu lima tahun — kerusakan harus dihentikan hari ini.
499. Karena Gibran bukan wakil rakyat, ia tidak pantas mewakili rakyat.
500. Maka demi keadilan, konstitusi, dan martabat republik: Gibran harus dimakzulkan.
Oleh: Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., M.M., Advokat & Konsultan Hukum, Pengamat Sosial Politik, Pelaku UKM dan Pegiat Pendidikan.