JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo.

Agenda sidang kali ini yaitu pemeriksaan saksi dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Salah satu saksi yang dihadirkan jaksa yakni, Kepala Divisi Lastmile atau Backhaul pada BAKTI Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza.

Mirza dicecar hakim soal awal mula pengusulan proyek BTS BAKTI Kominfo.

Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri mengaku heran dengan penjelasan Mirza yang menyebut pengerjaan proyek BTS Bakti Kominfo tidak melibatkan ahli. Padahal, proyek tersebut menghabiskan uang negara sangat besar yakni Rp10,8 triliun.

“Ini anggaran bukan miliaran atau juta, Rp10 triliun. Masa setahu saudara tidak melibatkan tenaga ahli. Lalu, siapa yang menentukan sampai Rp2,6 miliar satu tower dengan perangkatnya?,” tanya Hakim Fahzal Hendri ke Mirza di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023).

“Kalau tadi, Rp2,6 miliar itu berdasarkan kontrak hasil lelangnya ya,” jawab Mirza.

Mendengar jawaban Mirza itu, lagi-lagi Hakim Fahzal menyampaikan keheranannya atas mega proyek yang menghabiskan Rp10 triliun sama sekali tidak melibatkan hahli. Mirza pun mengamini bahwa sepengetahuannya, proyek tersebut memang tak melibatkan ahli saat diusulkan.

“Jadi enggak libatkan ahli?” tanya Hakim Fahzal ke Mirza.

“Setahu saya di pengusulan anggaran awal belum,” jawab Mirza.

Sebelumnya, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mendakwa enam terdakwa terdakwa kasus korupsi proyek BTS Bakti Kominfo. Keenam terdakwa tersebut yakni, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.

Kemudian, Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia, Yohan Suryanto; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak.

Lantas, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali; dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan. Keenam terdakwa tersebut didakwa secara bersama-sama telah merugikan keuangan dan perekonomian negara Rp8.032.084.133.795 (Rp8 triliun).

Dari kerugian negara tersebut, Johnny Gerard Plate didakwa turut diperkaya sebesar Rp17.848.308.000 (Rp 17,8 miliar). Uang itu diduga hasil dari proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo.

Bukan hanya Johnny Plate yang turut kecipratan uang korupsi proyek BTS Bakti Kominfo, tapi ada sejumlah nama pihak dan korporasi lainnya. Pihak-pihak yang turut diperkaya dalam perkara ini yakni, Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama Bakti Kominfo sebesar Rp5 miliar.

Kemudian, Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) sebesar Rp453.608.400; Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy sejumlah Rp119 miliar; Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Rp500 juta.

Kemudian, Muhammad Yusrizki Muliawan selaku Direktur PT Basis Utama Primas sebesar Rp50 miliar dan 2.500.000 dollar Amerika Serikat. Selanjutnya, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490 (Rp2,9 triliun) Lantas, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955 (Rp1,5 triliun); serta Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600 (Rp3,5 triliun).

The post Hakim Heran Penjelasan Mirza Sebut Proyek BTS Bakti Kominfo Tidak Libatkan Ahli first appeared on Majalah Hukum.