Beranda Politik Humbang Hasundutan Juara Nasional Pikada 2020 Calon Tunggal

Humbang Hasundutan Juara Nasional Pikada 2020 Calon Tunggal

545

Untuk mendengarkan naskah ini dibacakan, klik icon di bawah

Dosmar Banjarnahor – Oloan P. Nababan, pasangan calon tunggal Pilkada Serentak Tahun 2020 Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) hari-hari ini bolehlah berbangga. Betapa tidak, ketika beberapa bulan sebelumnya pasangan ini berhasil memonopoli semua partai untuk mendukungnya sehingga melenggang ke pilkada tanpa lawan, sesumbar bupati petahana ini bahwa baginya 1.000% (seribu persen) kemenangan sudah ditangan, kini terbukti.  Tetapi kebanggan ini dengan catatan penting.

Pasangan calon ini menang dengan raihan 52,5% suara, dan kolom kosong 47,5%. Betapa tidak, pasangan ini “hanya” melawan kolom kosong tak bernyawa sehingga tidak berkampanye dan sosialisasi, tidak menggarap pemilih, tidak menyogok pemilih (dan sebelumnya juga tidak membayar partai). Selain itu, sang kolom kosong juga tidak memiliki saksi yang mengawasi kecurangan lawan.

Dalam sejarah pilkada di negara ini hanya satu pilkada yang dimenangi kolom kosong. Pilkada Kota Makassar Tahun 2018 membuat semua orang tersentak ketika rekapan KPU Kota Makassar yang kala itu paslon tunggal Appi-Cicu mendapatkan 264.071 suara dan kolom kosong 300.969 suara. Pilkada Kota Makassar tahun 2018 fenomeal, belum tersaingi hingga saat ini.

Dengan tabulasi persentasi perolehan suara paslon tunggal dalam Pikada 2020 dari situs resmi KPU (https://pilkada2020.kpu.go.id), tampak kabupaten Humbahas Peringkat pertama, dan terendah diraih Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Kabupaten Pegunungan Arfak belum ditabulasi (masih 0%). Tetapi sabar dulu! Peringkat ini diurutkan dari perolehan suara paslon terendah hingga tertinggi dibanding perolehan suara kolom kosong.

Raihan kolom kosong Pilkada Humbahas 2020 tertinggi secara nasional! Dengan kata lain, inilah bupati-wakil bupati terpilih dengan dukungan terendah untuk paslon tunggal saat ini.

Kota Makassar ternyata disusul Humbahas 2 tahun kemudian dengan kemenangan paslon tunggal paling tipis melawan kolom kosong.

Hanya dengan selisih 5% (52,5%-47,5%), menjadi penentu kemenangan sang paslon tunggal Dosmar-Oloan. Jelaslah, pilkada Humbahas juara Pikada serentak 2020 setidaknya juara dengan kemenangan paling tipis, sekaligus menjadi juara pertama kemenangan kolom kosong secara nasional, sekaligus merangkap juara kedua sepanjang sejarah Pilkada dengan paslon tunggal setelah Kota Makassar.

Masih dari https://pilkada2020.kpu.go.id, tabulasi hasil Pilkada Humbahas 2020 kolom kosong menang di Kecamatan Pakkat (62%), Parlilitan (58%), Doloksanggul (51%), dan Tarabintang (50%)

Jadi, dalam pilkada Humbahas 2020 ada beberapa hal penting yang dapat dirayakan. Pertama, raihan kolom kosong sebagai juara nasional perlu dirayakan. Mengapa? Pertama, terbukti dukungan publik terhadap pasangan calon tunggal Dosmar–Oloan nyata-nyata sangatlah minim tetapi tetap dipaksakan mencalonkan diri, dan hal itu dilawan publik.

Kedua, hal ini tidak terlepas dari ketidakpuasan publik terhadap kinerja petahana periode sebelumnya, tetapi kemudian memaksakan mencalonkan diri periode kedua. Ketiga, kesadaran politik publik Humbahas harus diakui telah demikian tinggi sehingga perlawanan terhadap elit politik dilakukan secara konstitusional melalui tindakan memilih kolom kosong.

Keempat, publik Humbahas dapat memetik pembelajaran sangat berharga bahwa politik uang “yang selama pemilu-pemilu sebelumnya merajai Humbahas” hanya akan menyengsarakan publik dan oleh karenanya harus dilawan. Kelima, kini setidaknya 47,5% publik Humbahas menyatakan diri sebagai oposisi yang dapat bertindak sebagai penyeimbang menuntut transparansi dan akuntabilitas kinerja kepala daerah 5 tahun ke depan. Jangan tanggung, ayo kritisi kepala daerah setiap saat.

Sungguh berharap, dalam pemilu-pemilu berikutnya yang bakal berlangsung di Humbahas (pemilihan presiden, pemilihan legislatif, pemilihan gubernur, pemilihan bupati, bahkan pemilihan kepala desa) publik dengan kesadaran tinggi juga untuk menilai kompetensi, dedikasi dan personality kandidat dan menolak politik uang sepenuhnya.

Berikutnya, sekalipun Dosmar-Oloan meraih 52,5%, akhirul yakin hal itu bukanlah angka real dukungan publik terhadap paslon. Patut diduga dalam pencoblosan 9 Desember 2020 lalu masih berlaku umpasa, “eme namasak digagat ursa, ia i namasa ima ni ula”, artinya belum biasa memilih kolom kosong karena memilih bupati berarti memilihh manusia. Selain itu, KPU Humbahas diyakini tidak maksimal mensosialisasikan bahwa memilih kolom kosong dalam pilkada tetap konstitusional dan wajar.

Paslon tunggal juga mesti merayakan kemenangannya, setelah jantungnya demikian lama berdebar dengan kekwatiran “kalah dari kotak kosong”. Namun perayaan dengan kemenangan model begini, perlu memetik pelajaran kebalikan dari yang dirayakan raihan kotak kosong. Kepala daerah ini perlu lebih aspiratif untuk memaksimalkan dukungan publik yang kini demikian minim. Kepala daerah perlu lebih dekat dan merangkul publik agar jarak dan perbedaan politik saat pilkada terobati dengan makin merakyatnya kepala daerah. Kepala daerah model begini perlu gagasan-gagasan solutif yang menjawab persoalan real publik, perlu transaparansi APBD, transparansi lelang proyek, transparansi rekrutmen pejabat publik, dan sebagainya.

Kepala daerah yang didukung semua partai sekalipun tidak dapat bertindak menjadi “raja” di daerah, otoriter, memonopoli APBD meskipun kongkalikong dengan elit politik, sombong atau angkuh. Bukankah kedaulatan kepala daerah sesungguhnya adalah kedaulatan yang diperoleh dari rakyat? Dan satu hal lagi, jangan sampai Dosmar-Oloan hanya jadi bupati bagi pemilihnya di 6 kecamatan yang memenangkannya, tetapi menjadi kepala daerah untuk semua warga Humbahas.

Sebab, setelah periode kedua berakhir atau setelah jabatan usai, pejabat akan kembali menjadi rakyat, yang mudah-mudahan tetap ditokohkan meskipun tidak lagi menjabat. Jangan sampai setelah emeritus atau tidak lagi menjabat kepala daerah lalu mendapat sumpah serapah di sisa usianya, atau bahkan melenggang ke hotel prodeo alias masuk bui.

Oleh Bernard Simamora, SH, S.IP, S.Si, MM

di Bandung