Jakarta, Indikasi.id – Keluarga korban gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) bersama Tim Advokasi untuk Kemanusiaan (Tanduk) melakukan audiensi ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Jumat (23/12).
Pada audiensinya, keluarga korban mendesak status kejadian luar biasa (KLB) yang tak kunjung ditetapkan pada kasus gagal ginjal akut.
“Korban terus bergulir sampai pada kemarin, penanganan masih belum maksimal pemulihan tidak ada regulasi belum banyak yang berubah. Artinya ini status yang luar biasa yang harus ditegaskan melalui KLB,” ujar anggota Tanduk Julius Ibrani saat ditemui di ORI, Jakarta, Jumat (23/12).
Menurut Julius, status KLB penting untuk ditetapkan agar pemerintah tak semakin menghindar dari tanggung jawab.
“Karena jika tidak, maka apa yang dilakukan pemerintah justru selain menghindari dari pertanggungjawaban, penanganan akan semakin menurun. Penanganan yang menurun akibatnya akan semakin banyak kelalaian-kelalaian,” sambung Julius.
Audiensi kali ini diterima oleh Ketua ORI Mokhammad Najih dan anggota ORI Robert Na Endi Jaweng.
Najih menyebut pihaknya telah melakukan pemeriksaan inisiatif dalam kasus ini. ORI, kata Najih, juga telah menyampaikan laporan hasil pemeriksaan dan tindakan korektif kepada pihak terkait, yakni Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian lainnya.
Najih menjelaskan proses yang tengah berjalan merupakan tahap monitoring atas tindakan korektif yang telah diberikan.
“Pada tahap ini, kami masih di tahap monitoring terhadap tindakan korektif yang kami berikan kepada dua terkait Kementerian Kesehatan, BPOM dan yang lain, serta pada intinya bahwa kami mengharapkan tindakan korektif kepada pemerintah agar merespons lebih aktif kepada isu ini,” jelas Najih.
Najih juga menyinggung soal harapan pihak keluarga dan Tanduk soal status KLB. Ia mengklaim pihaknya juga melakukan upaya terkait hal itu.
“Ini juga akan terus kita usahakan dan kita juga akan sampaikan kepada pihak terkait agar penyelenggaraan pelayanan publik di bidang kesehatan yang dirasakan masyarakat bahwa ini responnya kurang cepat dan kurang tanggap,” ungkap Najih.
Evolusi respons pemerintah
Sementara itu, Anggota ORI Robert Na Endi Jaweng menilai respons pemerintah mengalami evolusi atau perkembangan pada sikapnya terhadap kasus ini.
Hal tersebut dikaitkan dengan Kemenkes yang tak kunjung memberikan kesimpulan secara menyeluruh terkait penyebab gagal ginjal akut, untuk kemudian diumumkan resmi ke publik.
“Sampai saat ini Kemenkes RI belum membuka kesimpulan penyebabnya apa, pengakuan ke Ombudsman sih iya, tetapi itu harus juga disampaikan secara resmi kepada publik…Kalau sudah diumumkan secara resmi dan terbuka ada tindakan yang kemudian bisa dilakukan, konsekuensi pemerintah untuk bertanggung jawab,” kata Robert.
Robert menyebut sikap penghindaran tersebut menjadikan status kali ini tidak ditetapkan sebagai KLB. Ia juga menyinggung jumlah korban yang telah berjatuhan perihal kasus ini.
“Penghindaran sampai saat ini masih untuk menentukan status tidak jadi KLB, selain kebijakan, fakta empirik 200 kasus meninggal, itu kan bukan angka kecil, satu nyawa itu juga nggak bisa disebut angka,” tutur Robert.
Diberitakan, Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyebut jumlah kasus gagal ginjal akut sebanyak 324 kasus dari 27 provinsi yang ada di Indonesia per Kamis (24/11).
Kala itu, Syahril mengklaim tidak ada penambahan jumlah pasien yang terjangkit GGAPA dalam dua pekan.
“Kita sangat bersyukur bahwa sejak dua minggu yang lalu sampai sekarang tidak ada lagi penambahan kasus,” kata Syahril dalam diskusi daring, Kamis (24/11). (Ind)
The post Keluarga Korban GGAPA Melakukan Audiensi Ke Ombudsman first appeared on indikasi.id.