Beranda Ekonomi Melintas Jalan Meliuk-liuk Memangkas Subsidi

Melintas Jalan Meliuk-liuk Memangkas Subsidi

205

Oleh Wisnu Nugroho

Setelah memimpin rapat kabinet paripurna selama sembilan jam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran. Ini adalah sinyal terang ketiga pemerintah untuk mengatakan kepada rakyat bahwa harga bahan bakar minyak bersubsidi akan dinaikkan.

Sinyal terang pertama untuk mengatakan pemerintah sudah tidak kuat menanggung beban subsidi BBM disampaikan Presiden melalui pidato yang diliput dan ditayangkan secara eksklusif oleh TVOne, 30 April 2008. Dalam pidato yang direkam saat suara halilintar bergemuruh itu, Presiden minta pengertian rakyat atas sulitnya keadaan lantaran krisis energi dan krisis pangan global.

Sinyal akan dinaikkannya harga BBM itu disampaikan sehari sebelum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) memberi masukan agar pemerintah menaikkan harga BBM maksimal 30 persen jika harga minyak mentah dunia terus melonjak. Atas masukan ini, Presiden masih berprinsip, kenaikan harga BBM adalah opsi terakhir.

Prinsip opsi terakhir itu ditegaskan Presiden saat hadir dalam milad ke-10 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Gelora Bung Karno. Prinsip itu disampaikan Presiden menjawab permintaan Presiden PKS Tifatul Sembiring agar pemerintah tidak cepat-cepat menaikkan harga BBM untuk memangkas beban subsidi di APBN.

Setelah menenteramkan mereka yang tidak ingin harga BBM dinaikkan, sinyal terang kedua kenaikan harga BBM dikemukakan Presiden dengan sangat jelas. Di depan pemilik dan pemimpin media massa yang diundang dalam jamuan santap siang di Istana Negara, Presiden mengemukakan harga BBM akan dinaikkan.

Tahap yang dilakukan pemerintah saat itu adalah menghitung besaran kenaikan harga BBM, apakah 20, 25, atau 30 persen. Pemerintah juga telah menghitung instrumen apa saja yang menyertai kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM sudah akan pasti diputuskan. Ketidakjelasan waktu keputusan itu akan diambil mengundang spekulan beraksi.

BBM bersubsidi yang akan dinaikkan harganya diserbu di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Lonjakan permintaan BBM di sejumlah daerah terjadi setelah sinyal kedua disampaikan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengemukakan, di Jawa Timur lonjakan mencapai 12 persen. Di Jawa Barat lonjakan permintaan mencapai 18 persen.

Suhu politik nasional pun memanas setelah ada kepastian akan dinaikkannya harga BBM. Bulan Mei yang penuh dengan catatan sejarah dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mengekspresikan sikapnya.

Massa di sejumlah daerah turun ke jalan, menolak rencana menaikkan harga BBM bersamaan dengan peringatan 10 tahun reformasi. Massa dari kelompok yang sama dengan jumlah yang lebih besar berjanji akan turun lagi ke jalan pada peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional.

Pemerintah berketetapan, kenaikan harga BBM tidak bisa dielakkan karena kepercayaan belum pulih walaupun sejumlah langkah telah atau akan dilakukan.

Tidak adil

Di tengah panic buying rakyat dan memanasnya suhu politik, Presiden didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat kabinet paripurna. Pada saat yang bersamaan, harga minyak mentah dunia telah menembus angka 125 dollar AS per barrel, jauh di atas asumsi APBN yang hanya 95 dollar AS per barrel.

Dengan harga minyak mentah dunia 125 dollar AS, beban subsidi yang harus ditanggung APBN mencapai sekitar Rp 250 triliun. Terus membesarnya subsidi ini dinilai pemerintah tidak adil untuk rakyat miskin. Menurut Menko Kesra Aburizal Bakrie, 70 persen subsidi dinikmati 40 persen masyarakat terkaya. ”Ini tidak adil untuk rakyat miskin,” ujar orang terkaya di Indonesia ini.

Soal isu ketidakadilan ini jadi bahan pidato Wapres di depan para pengusaha muda saat meresmikan Gedung Recapital, Jakarta. Dengan logika ini, Wapres menuding para demonstran yang menolak rencana kenaikan harga BBM sebagai pendukung orang kaya agar terus menikmati subsidi.

Mengenai tidak cepatnya keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM, Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengatakan, Presiden akan segera memutuskannya setelah mekanisme penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) siap. Kekacauan penyaluran BLT saat kenaikan harga BBM, Oktober 2005, menjadi pelajaran penting mengingat Pemilu 2009 sudah di depan mata.

Presiden sejak awal pemerintahannya sadar, kenaikan harga BBM akan mengurangi popularitasnya. Di awal pemerintahan, susutnya popularitas tidak terlalu menjadi persoalan sehingga ketika itu Presiden berani berkata, ”I don’t care with my popularity.”

Namun, mengambil kebijakan tidak populer setahun sebelum masa penghakiman lewat Pemilu 2009 adalah masa yang lebih sulit. Terlebih sejumlah pihak, termasuk kalangan Partai Demokrat, sudah mengatakan akan kembali mencalonkan Yudhoyono yang pada masa kampanye 2004 menjanjikan perubahan.

Untuk itu, persiapan dan kesiapan harus sempurna. Pesan menegakkan keadilan, terutama untuk rakyat miskin, saat keputusan menaikkan harga BBM diambil harus sampai. Kenaikan harga BBM sekitar 30 persen akan diambil setelah Presiden puas betul dengan BLT dan program penanggulangan kemiskinan lainnya. Finalisasi program dilakukan 23 Mei 2008.

”Pemangkasan subsidi kan ada uangnya. Uang itu akan dibagikan sebanyak mungkin untuk kegiatan sosial,” ujar Aburizal Bakrie, yang sempat mandi di sela-sela rapat sembilan jam di Kantor Presiden.

Untuk persiapan pembagian BLT, Inpres No 3/2008 ditandatangani lebih awal. Sembilan menteri, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kepala Polri, Kepala BPKP, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota diberi arahan untuk memperlancar pemberian BLT hingga 31 Desember 2008 sebesar Rp 14,1 triliun.

Jumlah keluarga yang mendapatkan BLT Rp 100.000 per bulan adalah 19,1 juta keluarga, yang terdiri dari keluarga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin. Jika dirata-rata satu keluarga beranggotakan empat orang, jumlah rakyat yang menikmati bantuan mencapai 76,4 juta.

Sebuah jumlah yang sangat besar, bahkan lebih besar dari jumlah pemilih Yudhoyono-Kalla sebelum dilantik menjadi Presiden dan Wapres, yaitu 69.266.350 suara. Mempertaruhkan popularitas di antara 76,4 juta rakyat terlalu berisiko.

sumber : kompas