Beranda Ragam MeMiles

MeMiles

216

Umar Baihaqki

Kasus investasi bodong kembali menarik perhatian masyarakat. Kini modusnya lebih canggih dengan kedok startup digital. MeMiles, sebuah aplikasi yang dapat diunduh di ponsel menyediakan ruang beriklan. Pengguna aplikasi membeli ruang iklan melalui  top up dengan sejumlah uang. Oleh karena itu, pemilik aplikasi bersikeras bahwa itu bukan investasi bodong, karena MeMiles menjual slot iklan.

Disamping ruang iklan, member MeMiles juga dijanjikan hadiah langsung. Ada beberapa ketentuan tambahan untuk mendapatkan hadiah langsung, seperti log in setiap hari, melihat sejumlah iklan didalam aplikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, harga hadiah di pasaran berkali-kali lipat lebih besar nilainya ketimbang jumlah top up dari member.

Skema Ponzi

Kejanggalan bisnis MeMiles membuat OJK menetapkannya sebagai ilegal. Persisnya, sejak Agustus 2019 Satgas Waspada Investasi dari OJK menetapkan bisnis MeMiles milik PT Kam and Kam sebagai ilegal. Pertimbangan pertama MeMiles tidak punya izin usaha. Kedua, skema hadiah langsung yang dijanjikan dalam MeMiles kepada anggotanya tidak rasional, hingga serupa dengan skema Ponzi.

Tidak semua anggota MeMiles mendapatkan hadiah langsung. Mereka yang mendapatkan hadiah langsung juga menunggu selama beberapa hari, dan telah mengajak anggota-anggota baru untuk bergabung. Praktek seperti ini sangat mirip dengan arisan berantai, dimana member yang memiliki jaringan anggota lain dibawahnya akan mendapatkan insentif atas kemampuannya membangun jaringan member baru. Seperti inilah Charles Ponzi menipu investor-investornya di tahun 1920an. Dia tunaikan janji investasi satu investor dari modal investor lain, alias gali lobang tutup lobang.

Tentu saja pengelola MeMiles tidak mengakui skema bisnisnya sebagai investasi bodong, karena produk Memiles adalah slot iklan. Bahkan beberapa member juga berupaya dengan berbagai cara untuk menyelamatkan aset mereka, mulai dari menggelar konferensi pers hingga berkunjung ke DPR. Mungkin mereka takut putusan pengadilan nanti menyita semua aset untuk negara, seperti dalam kasus First Travel. Namun Polda Jawa Timur yang mengusut kasus ini telah memberikan himbauan: Setiap member MeMiles yang diuntungkan harus mengembalikan aset atau dikenakan pasal pencucian uang (https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4863526/member-memiles-yang-tak-kembalikan-reward-bisa-kena-pasal-pencucian-uang diakses 25 Januari 2020).

Kasus investasi bodong seperti ini seakan terus berulang. Kita bisa memahaminya dari sudut pandang pelaku maupun korban. Pelaku memperkaya diri dengan menipu korban. Seorang penipu ulung beraksi dengan prinsip fake it till you make it, menutupi kebohongan dengan kebohongan lain hingga orang percaya. Penjelasan panjang lebar tentang ini telah dijabarkan oleh Nuran Wibisono di tirto.or.id (https://tirto.id/kasus-ponzi-hingga-first-travel-kenapa-orang-mudah-tertipu-cyi9 diunduh 24 Januari 2020). Namun seorang penipu ulung sekelas Charles Ponzi pun tidak akan bisa mengumpulkan pundi-pundinya tanpa ada konteks sosial yang mendukung.

Investasi merupakan implementasi nilai mengejar kemakmuran, sebuah nilai yang melekat dalam masyarakat modern. Sayangnya, penegakkannya rentan dengan praktek manipulatif. Kasus-kasus besar penipuan investasi seperti Koperasi Langit Biru tahun 2012, MMM tahun 2014, dan MeMiles tahun ini menjadi indikasi begitu rawan dan bervariasinya modus investasi bodong. Kasus-kasus ini bisa disederhanakan dalam satu konsep, yaitu arisan berantai atau social financial networking. Skema investasi bodong ini menempatkan korbannya dalam sebuah anaogi piramida, dimana keuntungan dari satu anggota bergantung pada anggota baru dilapisan bawahnya. Berulangnya kasus-kasus serupa merupakan indikasi bahwa arisan seperti ini ibarat fenomena gunung es yang menyelubungi fenomena yang lebih fundamental.

Motif memperoleh keuntungan berlipat adalah hal yang manusiawi, ditinggikan, dan tidak bisa disalahkan. Namun, strategi mencari keuntungan berlipat melalui investasi beresiko yang kemudian membawa kerugian.Keketerlibatan masyarakat dalam arisan berantai merupakan gejala dari tingginya animo masyarakat merespon penetrasi keuangan. Keterbatasan informasilah yang membuat masyarakat terjebak dalam kegiatan investasi manipulatif. Oleh karena itu, Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dalam berinvestasi.

Investasi dalam arisan berantai bukan kegiatan spekulasi. PT Kam and Kam bersikukuh aplikasi MeMiles menjual produk berupa slot iklan. Namun klaim tersebut terbantahkan saat OJK menetapkan MeMiles sebagai investasi ilegal. Hanya saja informasi ini bisa jadi belum tersebar dan dipahami dengan benar oleh masyarakat. Aktor-aktor penggerak investasi dalam arisan berantai secara sengaja mengesampingkan tata aturan yang ada untuk menghimpun dana. Karena itu, aktifitas investasi dalam arisan berantai lebih tepat disebut sebagai pembajakan modal masyarakat.

Mengejar Kemakmuran

Motif masyarakat yang bergabung dalam MeMiles bisa dimengerti. Bisa jadi mereka sebelumnya tidak memiliki imajinasi meraup keuntungan berlipat. Arisan berantai dengan segala retorika investasinya menciptakan imajinasi tersebut. Kemakmuran yang sebelumnya jauh dari bayangan menjadi semakin dekat dan seolah-olah nyata.

Mengejar kemakmuran merupakan moral ekonomi yang melekat dalam struktur sosial, dan menjadi nilai bersama yang ditegakkan melalui kegiatan berorientasi keuntungan. Langkah menggapai kemakmuran lah yang profan. Ketika pemenuhan kebutuhan pokok harus melalui transaksi jual-beli, kemakmuran menjadi identik dengan akumulasi uang. Uang memberi kendali pada pemiliknya dalam urusan masa kini dan masa depan.

Kerangka analisa yang dapat digunakan dalam mengukur fenomena ekonomi secara sosiologis dapat diabstraksikan dalam empat konsep kunci, yaitu: laba, sebagai tolok ukur pencapaian kemakmuran (Breton dan A.Caron, 2008); pasar dengan harga sebagai salah satu indikatornya; tindakan ekonomi berupa investasi; serta aktor sebagai investor (Cosgrave, 2014). Keempat konsep tersebut saling terkait antara satu sama lain dalam suatu moral ekonomi yang melekat dalam struktur sosial masyarakat industri.

Laba yang berlipat memiliki makna yang lebih dalam dari sekedar nilai ekonominya. Laba memiliki makna sosial pada efek dan komposisinya. Dari segi efek, laba memberikan legitimasi dari setiap langkah yang bertujuan untuk meraihnya. Laba juga memiliki fungsi sebagai acuan pencapaian. Sementara dari segi komposisi, laba merupakan hasil dari konvensi pihak-pihak yang berkepentingan dan memiliki otoritas keahlian. Meskipun dalam pemahaman umum laba diperoleh setelah distribusi produk atau jasa, tetapi pada kenyataannya laba telah ditetapkan sebelum proses produksi dimulai.

Retorika investasi dalam MeMiles mengedepankan hadiah langsung sebagai gimmik untuk menarik minat masyarakat. Pengelola investasi secara sepihak menjanjikan laba investasi, sebelum modal dihimpun. Janji-janji laba tersebut menciptakan imajinasi kemakmuran bagi masyarakat yang terlena. Laba memberi legitimasi kontrol yang efektif bagi pengelola arisan berantai untuk mengendalikan animo investasi masyarakat.

 Selain iming-iming laba, solidaritas, ikatan kelompok, dan citra menjadi faktor pendorong tindakan ekonomi dalam arisan berantai. PT Kam and Kam turut mempopulerkan MeMiles dengan merekrut para pesohor sebagai endorser. Maka tidak heran bila banyak artis yang turut dipanggil sebagai saksi oleh Polda Jatim. Bisa jadi posisi mereka sama saja dengan korban-korban lain, tetapi rekomendasi mereka telah membuat banyak member lain mengesampingkan resiko rugi karena citra mereka sebagai figur publik.

Kemungkinan hasil relasi antara aktor dengan kelompok selalu berputar pada tiga kemungkinan,  yaitu: aktor mendominasi kelompok; kelompok mendominasi aktor; atau baik aktor dan kelompok memiliki relasi yang saling membangun. Berdasarkan pada reportase media massa seputar kasusini, relasi antara aktor dengan kelompok tampaknya lebih cenderung pada kemungkinan kedua, dimana anggota (investor) didominasi oleh retorika laba dalam pasar iklan ala MeMiles

Masyarakat yang menjadi member merupakan kelompok sosial yang memiliki intensi kuat untuk mengejar kemakmuran. Intensi tersebut perlu dipahami dalam sudut pandang yang menghargai pasar modal sebagai totem, yaitu suatu karakteristik kolektif yang didasari oleh hasrat mengejar kemakmuran.

Sumber : https://kolom.tempo.co/read/1300226/memiles