JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai kepala daerah bisa menjadi capres- cawapres meski belum berusia 40 tahun menuai kritik dari berbagai kalangan. Putusan itu dianggap bentuk menghidupkan kembali praktik nepotisme dan kolusi di Indonesia.
“Mesti kita lawan segala upaya menghidupkan kembali praktik nepotisme dan kolusi dalam rangka membunuh demokrasi,” ujar John Muhammad selaku Presidium Nasional Partai Hijau Indonesia (PHI), Senin (16/10/2023).
Perlawanan ini perlu dilakukan masyarakat Indonesia. Dia mengajak seluruh kalangan menolak putusan MK tersebut.
“Semua orang yang protes, semua orang yang nggak suka dengan situasi hari ini wajib bergabung karena hari ini kita diremehkan sebenarnya sampai ada kelompok elite yang yakin melakukan ini tanpa koreksi. Tandanya kalau kita tidak dianggap selama ini,” tegasnya.
Guru Besar Antropologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Sulistyowati Irianto mengajak warga memperjuangkan hak anak muda dengan menolak putusan MK. Bila putusan itu dibiarkan, dia khawatir akan lahir pemimpin yang dapat merugikan bangsa.
“Hutan tambang hampir habis, lalu apa yang bisa kita perbuat untuk bangsa? Itu produksi dari anak muda kita otak-otak yang pintar, dari anak muda Indonesia dalam berbagai bidang sains teknologi budaya di dalamnya, ada musik, film, kuliner, dan lain-lain itu yang kita harapkan,” ungkapnya.
Untuk informasi, MK mengabulkan permohonan perkara yang diajukan Almas Tsaqibbirru Re A. Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Dalam konklusinya, Anwar menyatakan Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo. Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 169 huruf g UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum soal batas usia Capres-Cawapres 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945.
Hal itu apabila tidak dimaknai dengan pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemiihan kepala daerah.
“Sehingga, Pasal 169 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,” ujar Anwar.
The post Putusan MK Sebut Kepala Daerah bisa Capres-Cawapres Dianggap Hidupkan Kembali Praktik Nepotisme first appeared on Majalah Hukum.
Eksplorasi konten lain dari Bernard Simamora
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.