Pemerintah masih bertahan dengan klausul syarat pencalonan seperti yang diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Usulan pemerintah adalah pasangan calon hanya bisa diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh minimal 15 persen kursi atau 20 persen suara sah pemilu anggota DPR.

Menteri Dalam Negeri Mardiyanto seusai lobi antara pimpinan fraksi DPR dan pemerintah, Rabu (17/9) malam, menegaskan, sikap pemerintah masih seperti klausul dalam RUU.

Syarat pencalonan 15 persen kursi atau 20 persen suara itu telah termuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 mengenai Pemilu Presiden-Wakil Presiden yang sebenarnya belum pernah dilaksanakan.

Pada Pemilu 2004, syarat pencalonan merujuk ketentuan peralihan, yaitu cukup minimal 3 persen kursi atau 5 persen suara hasil pemilu anggota DPR.

Beda pendapat

Sepuluh fraksi di DPR pun masih berbeda pendapat mengenai syarat pencalonan. Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Kamis, menegaskan, keinginan kompromi memang perlu diwujudkan.

Hanya saja, karena waktu semakin terbatas, kesepakatan tidak mesti lewat kompromi. ”(Kalau alot terus), voting sajalah,” kata Lukman.

Menurut Lukman, sebenarnya posisi ”terkuat” dalam pembahasan rancangan undang-undang sudah dapat dipetakan.

Mayoritas fraksi tidak menghendaki syarat pencalonan yang moderat, terlalu berat, dan juga tidak terlalu ringan. Bahkan, pemerintah pun mengusulkan klausul pencalonan yang moderat, 15 persen kursi atau 20 persen suara pemilu anggota DPR.

Posisi pemerintah pun relatif kuat dalam pembahasan undang-undang.

”(Kalaupun DPR sepakat), pemerintah bisa saja tidak setuju,” kata Lukman. (DIK)

Sumber : Kompas