Penetapan tersangka Andi Mallarangeng dinilai menjadi bukti bahwa Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono hanya kuat ke eksternal partai terkait agenda pencegahan maupun pemberantasan korupsi, namun lemah ke internal partainya sendiri.

“SBY kuat keluar tapi kurang kontrol ke dalam,” kata pengamat politik Indo Barometer M Qodari di Jakarta, Sabtu ( 8/12/2012 ), menyikapi penetapan tersangka Andi dalam perkara dugaan korupsi Hambalang.

Qodari menilai, SBY memang Presiden paling menonjol dalam pemberantasan korupsi pascareformasi. Namun, menjadi celaka ketika kasus-kasus korupsi besar yang terungkap ternyata melibatkan para kader Demokrat.

Jika kader utama Demokrat ketika itu, yakni Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Siti Hartati Murdaya tidak tersangkut kasus korupsi, kata Qodari, maka tingkat dukungan publik terhadap Demokrat tidak akan menurun drastis. Penetapan tersangka Andi kemungkinan bakal semakin menurunkan dukungan.

Dia menyinggung hasil survei sebelum pemilu 2009 bahwa Demokrat dianggap partai paling bersih hingga akhirnya memenangi pemilu. “Ketika Demokrat pada 2009 dan seterusnya banyak kasus seperti ini, terjadi kontras yang luar biasa. Ketika SBY kuat mengampanyekan isu antikorupsi tapi kemudian kadernya nyatanya melakukan itu (korupsi), maka dampaknya luar biasa,” kata Qodari.

Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengatakan, partainya terbuka kepada siapa pun. Ketika berkuasa pada 2009, kata dia, banyak orang yang kemudian masuk ke Demokrat dengan maksud berlindung dari proses hukum.

“Kalau di partai lain mereka bisa tiarap, karena rada berjamaah (korupsinya). Kalau di kita (Demokrat) enggak bisa. Jadi orang-orang yang ganti kulit ke Demokrat diborgol satu-satu. Kalau partai lain lama (dijeratnya),” kata Ruhut.

Meski demikian, Ruhut masih meyakini partainya kembali memenangi pemilu 2009 lantaran masih ada SBY. “Yang bisa selamatkan Demokrat hanya SBY, kader lain enggak bisa. Saya lihat langkah-langkah (perbaikan) itu sedang dilakukan Pak SBY,” pungkasnya. (Kompas)