Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar membenarkan, ia telah menerima laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tentang ratusan lembar cek perjalanan yang diduga diterima anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Cek perjalanan itu diduga terkait pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004.
”Kemarin (Selasa) saya menerima laporan itu,” kata Antasari, Rabu (10/9) di Jakarta.
Saat ditanya apakah cek perjalanan itu berjumlah lebih dari 400 lembar, yang masing-masing bernominal Rp 50 juta, Antasari menjawab, ”Datanya memang seperti itu. Tetapi, yang terkait dengan yang kami cari, mungkin tidak seperti itu.”
Antasari juga menolak memberikan nama 41 anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang diduga menerima cek perjalanan itu. ”Beri kesempatan kepada KPK menelusuri apakah benar nama yang mencairkan itu, dari mana sumber dananya, serta dikeluarkan dari mana. Kami akan melihat terus dan jika ditemukan dugaan tindak pidana akan diteruskan ke penyelidikan. Jika tidak (ditemukan), tidak akan dilanjutkan,” tuturnya.
Penelusuran lebih mudah dilakukan jika sesaat setelah menerima cek perjalanan itu, sekitar empat tahun lalu, anggota DPR Agus Condro Prayitno langsung melaporkannya kepada KPK. ”Mengapa baru sekarang melaporkannya, saya tidak tahu,” ujar Antasari.
Seperti diberitakan, Agus Condro dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan membeberkan bahwa ia menerima Rp 500 juta sekitar dua minggu setelah Miranda terpilih. Dia menduga, dana yang diberikan dalam bentuk 10 lembar cek perjalanan itu terkait pemilihan Miranda. Apalagi, sebelum pemilihan Deputi Gubernur Senior BI itu, anggota F-PDIP bertemu Miranda di sebuah hotel.
Bencana politik
Apabila laporan PPATK mengenai cek perjalanan itu benar, menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, hal itu merupakan bencana politik abad ke-21 untuk Indonesia. ”Bayangkan, ratusan cek perjalanan terkait dengan pemilihan Miranda Goeltom. Ini adalah momentum yang penting dan strategis untuk memulai yang baru di DPR,” ujarnya. Untuk itu, KPK harus memprioritaskan pengusutan kasus ini.
Junisab Akbar, anggota DPR dari Fraksi Partai Bintang Reformasi, menambahkan, dalam kasus ini KPK harus segera menangkap Agus Condro karena dia sudah mengaku sebagai salah satu penerima cek perjalanan itu. ”Ia sudah terbukti menerima gratifikasi,” tuturnya.
Selain mengakui menerima dana itu, Agus Condro juga mengakui telah habis membelanjakannya. Ia memakai dana itu, antara lain, untuk membeli mobil dan investasi penanaman cabai.
Apresiasi dari Agus Condro
Agus Condro mengapresiasi kerja PPATK yang dalam tempo cepat dapat melacak penyebaran 400 lembar cek perjalanan kepada anggota DPR periode 1999-2004. Apabila memungkinkan, ia juga mengharapkan PPATK dan KPK segera mengumumkan nama wakil rakyat yang menerima cek itu. ”Saya yakin ada anggota Dewan yang mencairkan sendiri ceknya sehingga pasti meninggalkan identitas,” katanya.
Menurut Agus Condro, temuan PPATK ini membuktikan bahwa yang ia ungkapkan selama ini adalah benar dan bukan karangan belaka. ”Saya bersyukur kebenaran mulai tampak,” paparnya.
Ketua F-PDIP Tjahjo Kumolo saat ditanya soal temuan PPATK ini tidak mau berkomentar banyak. ”Saya tidak mau berkomentar dulu. Biar KPK saja yang menelusuri,” ujarnya.
Tjahjo juga menegaskan kembali apa yang pernah ia ucapkan sebelumnya bahwa sebagai ketua fraksi menjamin dirinya maupun F-PDIP tak pernah mendapatkan uang langsung dari Miranda. ”Sekarang bola ada di KPK. Jadi, terserah KPK,” katanya.
Agus Condro dalam berbagai kesempatan juga tak pernah menyebutkan dana yang diterimanya berasal dari Miranda.
Ketua Fraksi Partai Golkar (F-PG) DPR Priyo Budi Santoso ketika dikonfirmasi soal temuan 400 lembar cek perjalanan itu juga belum bisa berkomentar banyak. ”Saya akan cek dulu semua karena ini bukan di masa saya,” ujarnya.
Priyo berjanji akan memanggil anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 dari F-PG yang saat ini masih duduk sebagai anggota DPR untuk mengklarifikasi soal ini. Apabila ada anggota F-PG yang terlibat, fraksinya bisa mengusulkan kepada DPP Partai Golkar untuk mencoret nama yang bersangkutan sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2009. (NWO/SUT)
sumber : kompas