Pemilihan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden Indonesia, apa pun argumennya, tidak diiringi dengan kapasitas dan integritas yang memadai, dan hal itu berpotensi menciptakan efek domino yang merugikan bagi perkembangan bangsa. Gibran, yang sebelumnya dikenal sebagai Wali Kota Solo, membawa pengalaman pemerintahan di tingkat daerah dan hasil karbitan bapaknya Joko Widodo ke panggung politik nasional. Namun, amat banyak kritik keras mencuat dari berbagai kalangan mengenai kapabilitasnya sebagai pemimpin di level tertinggi negara. Jika Gibran tetap berada di posisi tersebut dan tidak mampu memenuhi ekspektasi dan tanggung jawab yang diembannya, hal ini berpotensi membuat rakyat semakin kehilangan kepercayaan terhadap sistem politik, menurunkan kualitas pendidikan politik masyarakat, dan mengarahkan bangsa ini ke arah kemunduran.
- Melemahkan Standar Kepemimpinan Nasional
Tidak punya kapasitas alami, Gibran pemimpin karbitan hasil politik dinasti sesaat. Salah satu ancaman terbesar dari keberadaan pemimpin yang dianggap kurang berkapasitas di posisi strategis adalah penurunan standar kepemimpinan nasional. Gibran tidak dan belum mampu menunjukkan kinerja yang sejalan dengan tuntutan sebagai Wakil Presiden, hal ini dapat menciptakan preseden buruk dalam politik Indonesia. Pemimpin yang tidak memiliki rekam jejak atau prestasi yang jelas di bidang politik atau pemerintahan nasional akan menurunkan ekspektasi rakyat terhadap kualitas pemimpin. Ketika standar kepemimpinan menurun, rakyat dapat menjadi apatis terhadap proses politik, menganggap bahwa posisi strategis lebih ditentukan oleh faktor non-kapasitas, seperti kekuatan dinasti politik atau popularitas, daripada kemampuan dan visi kepemimpinan.
- Pendidikan Politik Rakyat yang Merosot
Gibran tidak memiliki kapasitas menganalisis dan membuat keputusan, karena capaian akademiknya juga tidak jelas. Keberadaan Gibran sebagai Wakil Presiden tanpa kinerja yang signifikan juga berisiko merusak pendidikan politik rakyat. Ketika seseorang dengan rekam jejak terbatas di bidang pemerintahan nasional menduduki jabatan tinggi seperti Wakil Presiden, masyarakat dapat terjebak dalam pola pikir bahwa kompetensi bukanlah syarat utama untuk menduduki jabatan strategis. Hal ini dapat mengikis pentingnya meritrokrasi dalam politik Indonesia, mengarahkan masyarakat untuk memilih pemimpin berdasarkan faktor emosional atau koneksi, bukan berdasarkan kualitas dan visi. Dalam jangka panjang, pola pikir semacam ini akan memperburuk budaya politik Indonesia dan semakin menjauhkan rakyat dari proses demokrasi yang sehat.
- Meningkatkan Polarisasi Sosial dan Politik
Gibran itu bau kencur, anak istana, bukan anak dari rakyat kebanyakan, elitis. Gibran sebagai Wakil Presiden juga berpotensi memperdalam polarisasi sosial dan politik di Indonesia, terutama jika ia dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya secara efektif. Kritik terhadap dinasti politik yang melibatkan dirinya dapat memicu sentimen negatif di kalangan masyarakat yang merasa bahwa proses politik di Indonesia semakin tidak adil dan eksklusif. Polarisasi ini tidak hanya membahayakan stabilitas politik, tetapi juga mengalihkan perhatian dari isu-isu yang lebih mendesak, seperti pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
- Penghambat Kemajuan Bangsa
Gibran itu simbol anak muda tanpa prestasi apa apa, tetapi jadi orang nomor dua republik ini. Jika Gibran tidak dan belum memiliki kapasitas sebagai Wakil Presiden, hal ini dapat menjadi penghambat kemajuan bangsa. Posisi Wakil Presiden memiliki peran strategis dalam mendukung Presiden dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan nasional. Ketidakefektifan di posisi ini akan memperlambat proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program-program yang penting bagi pembangunan nasional. Sebagai negara dengan tantangan besar seperti ketimpangan ekonomi, pengangguran, dan perubahan iklim, Indonesia membutuhkan pemimpin yang tangguh dan inovatif untuk membawa bangsa ini maju. Jika posisi Wakil Presiden diisi oleh seseorang yang tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut, bangsa ini akan terjebak dalam stagnasi bahkan kemunduran.
- Potensi Kehilangan Kepercayaan Rakyat
Keberadaan Gibran di posisi Wakil Presiden tak akan mampu memberikan kinerja yang memadai, sebab ia belum tahu apa apa, yang dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan. Ketika rakyat merasa bahwa pemimpin mereka tidak mewakili kepentingan mereka atau tidak mampu membawa perubahan positif, rasa frustrasi dan ketidakpuasan akan meningkat. Kehilangan kepercayaan ini tidak hanya membahayakan stabilitas pemerintahan saat ini, tetapi juga menciptakan siklus ketidakpercayaan yang dapat merusak institusi demokrasi di masa depan.
- Solusi: Evaluasi dan Akuntabilitas
Untuk menghindari dampak negatif ini, penting bagi sistem demokrasi Indonesia untuk menjunjung tinggi prinsip evaluasi dan akuntabilitas. Jika Gibran tidak menunjukkan kinerja yang sesuai dengan tuntutan jabatan, proses politik yang sehat harus memungkinkan adanya evaluasi menyeluruh, bahkan impeachment jika diperlukan, demi kepentingan bangsa yang lebih besar. Mekanisme impeachment tidak hanya merupakan hak konstitusional, tetapi juga merupakan instrumen penting dalam memastikan bahwa kepemimpinan nasional tetap memenuhi standar yang diharapkan oleh rakyat.
Kesimpulan
Keberadaan Gibran sebagai Wakil Presiden Indonesia merupakan ujian besar bagi sistem politik dan demokrasi di Indonesia. Sangat jelas, ia tidak mampu memenuhi tuntutan jabatannya, rakyat Indonesia tidak hanya akan semakin sengsara akibat kepemimpinan yang tidak efektif, tetapi juga semakin kehilangan kepercayaan terhadap proses politik. Dalam situasi ini, langkah impeachment harus dipertimbangkan sebagai cara untuk melindungi kepentingan rakyat dan masa depan bangsa. Dengan memastikan bahwa posisi kepemimpinan diisi oleh individu yang benar-benar kompeten dan memiliki visi yang jelas, Indonesia dapat menghindari kemunduran dan terus maju sebagai bangsa yang bermartabat dan sejahtera.
Artikel Gibran Rakabuming Harus Segera Di-impeach Rakyat Indonesia pertama kali tampil pada Majalah Hukum.