Saat mencalonkan diri sebagai caleg DPR RI dalam pemilu 2024 lalu, saya mendapat tawaran donasi Rp 10-15 millyar dari sang bohir tentu saja. Saya sempat berpikir untuk menerima, tetapi saya tidak sudi menjadi kacungnya yang akan menyembahnya kelak. Saya putuskan menolak, akhirnya dana kampanye saya sekedar memasang beberapa baliho, tanpa money politics dan tanpa tim pemenangan. Ya, tidak terpilih. Namun legowo tidak jadi anggota DPR RI. Dari pada terpilih menjadi anggota dewan yang terhormat tetapi merangkap kacung bagi sang bohir, saya lebih rela tidak terpilih. Seseorang tidak bisa mengabdi kepada dua tuan sekaligus. Ia pasti mengutamakan salah satu dan menomorduakan yang kedua.
Di tengah dinamika politik dan ekonomi yang terus berkembang, muncul dua istilah yang semakin relevan dalam memahami persoalan demokrasi dan keadilan sosial: bohirkrasi dan donokrasi. Keduanya merujuk pada dominasi pihak-pihak berkepentingan finansial terhadap proses pengambilan keputusan publik, yang pada akhirnya menggerogoti hak-hak rakyat.
Apa Itu Bohirkrasi dan Donokrasi?
Bohirkrasi berasal dari kata “bohir,” istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada pemodal besar atau donatur utama dalam suatu kegiatan, dan “-krasi” yang berarti kekuasaan. Bohirkrasi menggambarkan kondisi di mana para pemodal besar memiliki pengaruh besar dalam kebijakan publik. Mereka menjadi “pengendali bayangan” yang mampu mengarahkan keputusan politik demi melindungi atau memperbesar kepentingan mereka sendiri.
Di sisi lain, donokrasi berakar dari kata “dono” atau donasi. Ini merujuk pada sistem di mana kebijakan dan keputusan politik ditentukan oleh kontribusi finansial para penyokong dana, baik individu maupun korporasi. Dalam donokrasi, kepentingan rakyat sering kali tersingkir karena prioritas diberikan kepada pihak yang “berinvestasi” dalam politik.
Dampak Bohirkrasi dan Donokrasi pada Hak-Hak Rakyat
Ketika bohirkrasi dan donokrasi mendominasi, demokrasi berubah dari “kekuasaan rakyat” menjadi “kekuasaan uang.” Akibatnya, hak-hak rakyat menjadi terpinggirkan dalam berbagai aspek kehidupan.
Eksploitasi Kebijakan Publik. Bohirkrasi mendorong kebijakan yang menguntungkan segelintir pemodal besar. Misalnya, pengesahan undang-undang yang mempermudah eksploitasi sumber daya alam tanpa memikirkan dampak lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Kebijakan seperti ini menciptakan kerusakan ekologis dan ketimpangan sosial yang besar.
Privatisasi Layanan Publik. Dalam donokrasi, layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi cenderung diprivatisasi. Hal ini membuat akses terhadap layanan dasar menjadi mahal dan sulit dijangkau oleh rakyat kecil. Dengan demikian, kesenjangan sosial semakin melebar dan hak rakyat untuk mendapatkan layanan dasar terabaikan.
Erosi Representasi Rakyat. Politisi yang tergantung pada donasi besar dari bohir sering kali lebih mementingkan kepentingan donor dibandingkan konstituennya. Akibatnya, suara rakyat yang seharusnya menjadi pusat demokrasi menjadi terabaikan. Sistem ini menciptakan politik yang elitis dan mengkhianati prinsip keadilan sosial.
Ketimpangan Ekonomi yang Semakin Tajam. Dominasi pemodal besar memperbesar ketimpangan ekonomi. Mereka yang memiliki modal besar mendapatkan akses yang lebih mudah ke peluang ekonomi, sementara rakyat kecil semakin terpuruk. Ketimpangan ini menciptakan siklus kemiskinan yang sulit dipatahkan.
Solusi untuk Mengatasi Bohirkrasi dan Donokrasi
Menghadapi ancaman ini, diperlukan langkah-langkah nyata untuk melindungi demokrasi dan hak-hak rakyat.
Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pendanaan Politik. Pemerintah harus mewajibkan partai politik dan kandidat untuk membuka sumber pendanaan mereka. Dengan transparansi, publik dapat mengawasi pengaruh bohir dalam proses politik. Langkah ini juga mendorong akuntabilitas dalam setiap kebijakan yang diambil.
Batasan Donasi Politik. Membatasi jumlah donasi yang dapat diberikan oleh individu atau korporasi dapat mencegah dominasi segelintir pihak dalam politik. Regulasi ini memastikan bahwa politik tidak hanya menjadi alat permainan para elit ekonomi.
Penguatan Regulasi Anti-Korupsi. Memperkuat regulasi yang mencegah praktik korupsi, termasuk “balas budi” politik kepada para donor, akan membantu menjaga integritas demokrasi. Sistem hukum yang tegas dan independen diperlukan untuk menindak pelanggaran semacam ini.
Pendidikan Politik bagi Rakyat. Rakyat perlu diberdayakan untuk memahami hak-haknya dan bagaimana memengaruhi proses politik secara efektif. Dengan pengetahuan yang memadai, rakyat dapat menjadi pengawas yang kritis terhadap pemerintah dan sistem politik.
Bohirkrasi dan donokrasi adalah ancaman serius bagi hak-hak rakyat dan masa depan demokrasi. Ketika kekuasaan politik dikuasai oleh mereka yang memiliki kekuatan finansial, nilai-nilai keadilan dan kesetaraan akan tergerus. Oleh karena itu, upaya bersama dari rakyat, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk melawan dominasi ini dan memastikan demokrasi tetap berpihak pada rakyat. Jangan biarkan suara rakyat dibungkam oleh gemerincing uang. Demokrasi sejati adalah demokrasi yang melayani semua, bukan hanya segelintir pihak yang berkuasa.
Oleh bernard simamora