oplus_18

Kisah Para Rasul 2:44–47

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,
Setiap orang mendambakan komunitas yang hangat, penuh kasih, dan saling menolong. Tetapi realitas di dunia ini sering sebaliknya: banyak orang hidup individualis, bahkan dalam gereja pun ada yang merasa kesepian. Kisah Para Rasul 2:44–47 menunjukkan teladan gereja mula-mula—sebuah komunitas yang dipenuhi Roh Kudus, hidup dalam kasih, dan menjadi berkat bagi dunia.

  1. Ayat 44: “Semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama.” Persatuan ini bukan sekadar organisasi, melainkan hasil karya Roh Kudus. Mereka merasa menjadi satu keluarga, bukan sekadar kumpulan orang.
  2. Ayat 45: “Dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing.” Ada kepedulian sosial yang nyata. Mereka tidak membiarkan saudaranya berkekurangan. Kasih diterjemahkan menjadi tindakan konkret.Ilustrasi – Sup Batu: Seorang pengembara membuat “sup batu” dengan meminta orang-orang menambahkan sedikit demi sedikit bahan. Awalnya semua pelit, tetapi ketika mulai berbagi, akhirnya semua kenyang. Bukan batunya yang ajaib, melainkan kebersamaan. Demikian juga gereja mula-mula—kuat karena setiap orang rela memberi.
  3. Ayat 46: “Dengan bertekun mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan tulus hati. Ada keseimbangan antara ibadah formal di Bait Allah dan persekutuan akrab di rumah-rumah. Ibadah mereka penuh sukacita, bukan kewajiban yang memberatkan.Ilustrasi – Persekutuan Sel Kecil: Di sebuah desa, jemaat sederhana berkumpul di rumah untuk doa dan makan ubi rebus. Tetapi ketika salah satu sakit, mereka saling menolong, menjaga, dan menanggung biaya obat. Orang-orang sekitar heran, lalu ikut bergabung dan percaya. Inilah gambaran gereja sejati: sederhana, tetapi penuh kasih.
  4. Ayat 47: “Sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Kehidupan mereka yang otentik menjadi kesaksian yang menarik orang lain. Tuhan sendiri yang menambah jumlah orang percaya.Ilustrasi – Banjir di Jakarta: Saat banjir besar, ada jemaat yang membuka rumahnya bagi puluhan orang mengungsi. Rumah itu jadi tempat doa, tawa, dan air mata bersama. Inilah cermin ayat 47: kasih nyata membuat orang lain tertarik pada Kristus.

Penerapan bagi kita hari ini

  1. Hidup dalam persatuan, bukan perpecahan. Di tengah dunia yang mudah terbelah karena perbedaan, gereja dipanggil menunjukkan kesatuan dalam Kristus.
  2. Berbagi dan peduli. Iman sejati diwujudkan dalam kasih kepada sesama. Gereja bukan tempat mengumpulkan harta, tetapi tempat berbagi.
  3. Seimbang antara ibadah di gereja dan persekutuan di rumah. Mari buka rumah kita untuk doa dan persekutuan kecil. Rumah yang terbuka bisa menjadi saluran berkat.
  4. Hidup sebagai saksi yang otentik. Dunia tidak butuh kata-kata kosong, melainkan kesaksian hidup yang nyata: penuh sukacita, tulus, dan peduli. Dari situlah nama Tuhan dimuliakan.

Penutup

Saudara-saudara, Kisah Para Rasul 2:44–47 bukan sekadar catatan sejarah, melainkan panggilan bagi gereja di sepanjang zaman. Roh Kudus yang bekerja di gereja mula-mula adalah Roh yang sama yang bekerja di tengah kita hari ini. Mari kita wujudkan persekutuan yang sejati—hidup dalam kesatuan, saling peduli, beribadah dengan sukacita, dan menjadi saksi Kristus.

Disarikan dari khotbah Minggu 2 September 2025 di GKI Jalan Maulana Yusuf 20 Bandung