Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai kolusi antara penguasa politik dan pelaku bisnis, seperti dalam kasus pelanggaran pajak, dinilai mengaburkan persoalan. Kolusi pajak yang sebenarnya terjadi adalah antara pelaku bisnis dan aparat birokrasi. Selama aparat birokrasi tangguh dan profesional, potensi pelanggaran perpajakan pun kecil.
”Presiden sungkan untuk menyalahkan aparatnya (birokrasi) sendiri yang gagal dalam mengelola pajak,” kata pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, di Jakarta, Jumat (12/2).
Jika pemerintah peduli mengatasi pelanggaran perpajakan karena pajak merupakan sumber pendanaan utama negara, lanjut Andrinof, Presiden harus membuat sistem pendataan perpajakan yang mampu mengatasi kemungkinan kolusi perpajakan itu utuh, bukan kasus per kasus.
Celah kemungkinan terjadinya pelanggaran perpajakan dan kolusi antara pengusaha dan pejabat perpajakan itu harus ditutup. Sistem audit internal lembaga pajak juga harus diperkuat. Peran Badan Pemeriksa Keuangan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perlu ditingkatkan. Andrinof berharap Presiden secara arif menyelesaikan berbagai persoalan publik, termasuk pelanggaran pajak, tanpa tanggung-tanggung.
Bagi peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, politik ancam-mengancam yang belakangan terlihat dari permintaan Presiden Yudhoyono untuk mengusut pengemplang pajak adalah tidak baik. Apalagi itu terjadi di antara sesama partai koalisi.
”Saya setuju masalah pengemplang pajak harus diselesaikan. Namun, mengapa wacana yang diduga banyak orang mengarah ke Aburizal Bakrie baru disampaikan sekarang, tidak diselesaikan saat Aburizal masih menjadi menteri pada 2004-2009?” ujar Ikrar. Menurut dia, pendekatan ancam-mengancam hanya memunculkan perasaan sakit hati atau terjepit. ”Mengapa Presiden tidak menggunakan jalur lain, seperti bicara dengan pimpinan parpol?” kata Ikrar.
Namun, Ramadhan Pohan, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, menegaskan, permintaan Presiden untuk mengusut pengemplang pajak tidak dimaksudkan untuk mengancam. ”Pernyataan itu dilihat dari segi hukum saja, bahwa aturan harus ditegakkan dan untuk meningkatkan pendapatan dari pajak,” tutur Ramadhan.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan Korupsi dan Nepotisme Denny Indrayana mengatakan, penegak hukum yang menjalankan praktik mafia hukum biasanya juga memanipulasi pembayaran pajak. Karena itu, penegak hukum, termasuk advokat, yang memanipulasi pembayaran pajak menjadi target Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
Terkait penanganan kasus pajak, Kepala Divisi Humas Polri Edward Aritonang menegaskan, kepolisian hanya menangani unsur pidana umum. Pidana perpajakan diserahkan kepada Ditjen Pajak. Polri hingga kini belum menerima limpahan kasus laporan pidana umum perpajakan dari Ditjen Pajak.
(sumber : Kompas)