Jaksa Agung Hendarman Supandji membantah adanya balas dendam terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar. Jaksa Agung menegaskan pula tidak ada politisasi dalam perkara tersebut.

Kejaksaan Agung tidak menaruh dendam terhadap Antasari, terkait penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan oleh KPK Pada Maret 2008.

”Tuntutan itu bottom up dari jaksa. Bagaimana saya menetapkan (tuntutan mati) itu terhadap Antasari. Selalu saya katakan, Antasari adalah murid saya yang manis,” kata Hendarman di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/2).

Hendarman lantas mengenang oleh-oleh dan pemberian Antasari, di antaranya baju batik palembang warna hijau. ”Saya tidak ada keinginan sekecil apa pun untuk balas dendam,” ujarnya.

Kamis (11/2), majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 18 tahun penjara terhadap Antasari, 15 tahun penjara terhadap Sigid Haryo Wibisono, dan 12 tahun penjara terhadap Wiliardi Wizar. Mereka terbukti turut serta menganjurkan pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.

Jumat, Hendarman memanggil 20 jaksa yang menangani perkara itu. Jaksa menyampaikan soal hasil sidang itu.

Hendarman mengaku menanyai ketua tim jaksa penuntut umum Cirus Sinaga, apakah ada dendam terhadap Antasari? ”Cirus menjawab, tidak,” katanya. ”Dari dulu saya bilang, renungkan dulu. Tidak ada politisasi, tidak ada dendam,” tambah Hendarman.

Ari Yusuf Amir, salah seorang penasihat hukum Antasari, yakin majelis hakim yang membacakan vonis dalam kondisi tertekan. ”Pembelaan kami tak dibahas sama sekali,” kata Ari.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI-P Pramono Anung menilai, vonis 18 tahun untuk Antasari itu terlalu dipaksakan. Sebab, banyak fakta di persidangan yang tidak sama seperti isi tuntutan jaksa.

Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengaku kecewa dengan vonis itu. Namun, Priyo mengaku menghormati putusan hukum. ”Harus dikuak siapa yang ada di balik layar dalam perkara ini. Termasuk kemungkinan adanya konspirasi politik atau yang lain,” harap Priyo.

Guru besar ilmu hukum pidana Universitas Slamet Riyadi Solo, Teguh Prasetyo, mengatakan, jika merunut bukti-bukti dan saksi di persidangan, Antasari sesungguhnya belum secara eksplisit terbukti sebagai auktor intelektualis. Namun, dari bukti dan saksi secara kumulatif di persidangan, hakim melihat petunjuk bahwa Antasari berperan dalam pembunuhan itu.

Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Patra M Zen mendorong kasus itu berlanjut sampai ke Mahkamah Agung. Selain banyak kejanggalan, katanya, masyarakat sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan siapa otak pelaku sebenarnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Edward Aritonang mengatakan, Wiliardi masih anggota aktif Polri. Pemberhentian dapat dijatuhkan bila terbukti melakukan pidana dan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

(sumber : Kompas)