Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, nafkah adalah belanja untuk hidup; uang pendapatan, selain itu juga berarti bekal hidup sehari-hari, rezeki. Maka nafkah dalam suatu perkawinan, yaitu uang yang diberikan oleh suami untuk belanja hidup keluarganya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 80 ayat (2) dan ayat (4) KHI, disebutkan bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (a) nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri, (b) biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak, dan (c) biaya pendidikan bagi anak.
Pengaturan nafkah dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) dapat dilhat dalam Pasal 34 ayat (1) UUP yang menyebutkan, bahwa suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Dalam UUP tidak ditetapkan besarnya nafkah yang harus diberikan, hanya dikatakan sesuai dengan kemampuan si suami.
Masih dalam UUP sebutkan bahwa apabila suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan (Pasal 34 ayat (1) UUP). Ini berarti apabila suami tidak memberikan nafkah untuk keperluan hidup rumah tangganya, isteri dapat menggugat ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama (untuk pasangan suami isteri yang menganutt agama Islam).
Dalam Pasal 107 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) juga disebukan, bahwa suami wajib untuk melindungi isterinya dan memberikan kepada isterinya segala apa yang perlu dan patut sesuai dengan kedudukan dan kemampuan si suami.
Pasal 107 KUHPer menyebutkan, setiap suami berwajib menerima diri isterinya dalam rumah yang ia diami. Suwami wajib pula melindunginya dan memberi padanya segala apa yang perlu dan berpatutan dengan kedudukan dan kemampuannya.
Selain itu, dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU KDRT), yang berbunyi: “Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.”
Dari uraian di atas, baik KHI, UUP, dan KUHPer mengatur bahwa pemberian nafkah untuk keperluan kehidupan sehari-hari merupakan kewajiban suami. Akan tetapi KHI mengatur lebih rinci mengenai apa saja yang harus ditanggung oleh suami, sedangkan UUP dan KUHPerdata tidak merinci nafkah yang harus ditanggung suami. Apabila suami melalaikan kewajibannya menanggung nafkah isteri dan anaknya, ia dapat dituntut menurut UU KDRT.
(Bernard Simamora, SH, S.IP, S.Si, M.M)