JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mewaspadai celah korupsi dalam penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Untuk mencegah terjadinya kembali korupsi dalam penerimaan mahasiswa baru, KPK kemudian melakukan kajian untuk perbaikan tata kelola pendidikan di Indonesia.

Pahala Nainggolan selaku Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK menyoroti beberapa kasus korupsi dalam penerimaan mahasiswa baru di PTN dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, korupsi penerimaan mahasiswa baru menjadi penanda rentannya tata kelola perguruan tinggi di Indonesia.

“Yang kita ingin lakukan kita bangun tata kelola yang baik ke depannya, kuncinya adalah transparan sehingga kepercayaan publik tinggi dan risiko korupsi bisa kita tekan,” ujar Pahala melalui keterangan resminya, Kamis (18/5/2023).

KPK berharap ada pengelolaan di PTN ke depannya. Sebab, perguruan tinggi merupakan salah satu pencetak generasi muda yang seharusnya dapat berkualitas. Oleh karenanya, penting untuk mencegah korupsi di sektor pendidikan, khususnya perguruan tinggi.

“KPK memiliki harapan terkait pengelolaan perguruan tinggi ke depannya. Hal ini melihat sumber daya perguruan tinggi yang berpotensi masuk ke dunia kerja, yang rentan terjadi penyuapan serta gratifikasi,” jelasnya.

KPK telah melakukan kajian dengan mengambil tujuh sampel perguruan tinggi negeri dari Kemendikbud Ristek dan enam dari Kemenag pada September hingga Desember 2022. Lebih lanjut, dilakukan pula pendalaman dengan enam sampel PTN pada bulan Maret 2023.

Pahala menerangkan, pihaknya memfokuskan kajian pada penerimaan mahasiswa baru tahun 2020-2022 dalam program studi S1 Fakultas Kedokteran, Teknik, dan Ekonomi. Dari hasil kajian tersebut, kata Pahala, ditemukan masih adanya beberapa permasalahan. Pertama, adanya ketidakpatuhan PTN terhadap kuota penerimaan mahasiswa, khususnya jalur mandiri. Kedua, mahasiswa yang diterima pada jalur mandiri tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh PTN. Ketiga, praktik penentuan kelulusan sentralistik oleh seorang rektor yang cenderung tidak akuntabel. Keempat, besarnya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) sebagai penentu kelulusan.

Kelima, adanya ketidaktransparan dan akuntabel praktik alokasi ‘bina lingkungan’ dalam penerimaan mahasiswa baru. Keenam, adanya ketidakvalidan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti).

“Kami masih menemukan adanya disparitas praktik antar-perguruan tinggi yang kita nilai bahaya. Kita masih menemukan juga rektor penentu tunggal afirmasi,” ujar Pahala.

Sebagai upaya pencegahan potensi korupsi menjelang masa penerimaan mahasiswa baru tahun 2023, KPK memberikan beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat membantu pengelolaan PMB yang bersih dan bebas korupsi.

“Pertama, mewajibkan PTN untuk meningkatkan transparansi pada seleksi jalur mandiri (jumlah kuota penerimaan, kriteria dan mekanisme penilaian, serta afirmasi diumumkan secara detail sebelum seleksi dilaksanakan),” beber Pahala.

Kedua, menyatakan bahwa besaran SPI tidak menjadi penentu kelulusan. Seharusnya, menurut Pahala, besaran SPI diterapkan berbasis kemampuan sosial ekonomi keluarga mahasiswa seperti penerapan UKT.

Ketiga, PTN membangun sistem otomasi dalam penentuan kelulusan PMB (Rektor tidak menjadi penentu tunggal/membangun mekanisme kolektif dalam pengambilan keputusan akhir PMB),” tandas Pahala.

Kemudian yang keempat, direkomendasikan KPK agar Dirjen Dikti memberi sanksi administratif yang lebih tegas bagi PTN yang melanggar ketentuan penerimaan mahasiswa baru.

Artikel KPK Lakukan Kajian Tata Kelola Pendidikan Wasadai Celah Korupsi Penerimaan Mahasiswa Baru di PTN pertama kali tampil pada Majalah Hukum.