Komisi Pemilihan Umum meminta Kejaksaan Agung untuk bersikap arif dalam memproses kasus hukum yang melibatkan sejumlah anggota KPU dan KPU daerah. Upaya ini diperlukan agar tahapan pelaksanaan pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden, tidak terganggu akibat sebagian pelaksananya sedang dalam proses hukum.
”KPU berharap proses hukum bagi sejumlah anggota KPUD dilakukan dengan tetap memerhatikan kepentingan yang lebih besar,” kata anggota KPU Abdul Aziz di Jakarta, Selasa (26/8).
Permohonan ini bukan berarti anggota KPUD kebal hukum. Namun, proses hukumnya diharapkan tidak mengganggu tahapan pelaksanaan pemilu.
Saat ini terdapat puluhan anggota KPUD dari berbagai tingkatan dan daerah yang sedang menghadapi proses hukum dalam beberapa dugaan kasus pelanggaran hukum.
Pelanggaran paling banyak di antaranya adalah menerima honorarium ganda dari KPU dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pilkada serta kesalahan pengadaan barang dan jasa.
Mereka yang terlibat kasus hukum ini umumnya belum diganti. Selain belum ada putusan hukum yang bersifat tetap, beberapa di antaranya sedang melaksanakan pilkada dan menjalankan tahapan pemilu legislatif di daerah.
KPU juga meminta Kejaksaan Agung agar memberikan supervisi kepada KPU, terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa. Supervisi ini sangat diperlukan bagi KPU di pusat dan daerah karena masih khawatir saat melakukan proses pengadaan barang dan jasa. Kesalahan dalam pengadaan ini telah membuat banyak anggota KPU terkena tuduhan korupsi.
”KPU ingin bekerja lancar tanpa dibayangi rasa takut dan mengulang kasus serupa sebelumnya,” ujarnya.
Minta dikawal
Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, KPU ingin Kejagung ”mengawal” agar kerja KPU tidak menyimpang dari aturan perundang-undangan.
Menurut Hafiz, dari tujuh anggota KPU, tak seorang pun memiliki latar belakang hukum. Oleh karena itu, KPU merasa perlu dikawal lembaga yang berkompeten dalam hal tersebut.
KPU dapat meminta pendapat, nasihat, dan pandangan sehingga dalam mengambil keputusan atau kebijakan tidak menyimpang dari UU.
”Kami ingin bantuan Kejaksaan Agung memotivasi KPU dan Sekretariat Jenderal KPU supaya tidak waswas dan ragu-ragu dalam bekerja,” tambahnya.
Menurut Hafiz, Jaksa Agung mengusulkan agar membentuk tim supervisi dan monitoring yang terdiri dari beberapa instansi, di antaranya Kejagung, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan kepolisian.
Dengan demikian, ada persepsi yang sama dalam tiap tahapan yang dilakukan KPU.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy, secara terpisah, membenarkan saran Jaksa Agung kepada KPU soal tim supervisi itu. Tim tersebut, antara lain, untuk mencegah agar perkara korupsi dalam pengadaan barang dan jasa seperti pada Pemilu 2004 dan Pemilu 1999 tidak terjadi lagi.
”Tim ini baru usulan. Nanti bergantung bagaimana sikap KPU,” kata Marwan.
Menurut catatan Kompas, pasca-Pemilu 2004 beberapa anggota KPU dijerat perkara korupsi, di antaranya Mulyana W Kusumah, Daan Dimara, dan Nazaruddin Sjamsuddin. (MZW/IDR)
Sumber : Kompas
Saya kira, apa pun itu, termasuk Pemilu harus taat pada proses hukum. Apa istimewanya Tahapan Pemilu harus luput dari proses hukum? Ada-ada saja KPU……..!
Komentar ditutup.