Bandung, MH | Kini Prabowo Subianto, si Macan Asia, telah resmi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, posisi yang penuh dengan tanggung jawab besar dan tantangan kompleks. Sebagai kepala negara, ia diharapkan mampu memimpin bangsa dengan kebijakan yang matang, berbasis data, dan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap rakyat. Namun, dalam menjalankan tugas ini, penting bagi Prabowo untuk menghindari sikap grasa-grusu atau terburu-buru dalam membuat kebijakan. Sebuah kebijakan yang dirancang tanpa perencanaan mendalam tidak hanya berisiko menimbulkan masalah baru, tetapi juga dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahannya.
Sebagai presiden, Prabowo memegang kendali terhadap berbagai sektor strategis, seperti ekonomi, pertahanan, pendidikan, dan kesehatan. Pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dalam salah satu sektor ini dapat membawa dampak domino yang signifikan. Misalnya, kebijakan fiskal atau pajak yang diputuskan tanpa kajian komprehensif dapat memicu inflasi, menurunkan daya beli masyarakat, atau bahkan menambah beban sektor usaha kecil dan menengah (UMKM). Sebaliknya, kebijakan yang dipersiapkan dengan hati-hati, melibatkan para ahli, dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan akan menciptakan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Kehati-hatian juga diperlukan dalam mengelola hubungan luar negeri dan diplomasi. Dalam era geopolitik yang semakin dinamis, langkah terburu-buru dalam menjalin aliansi atau membuat pernyataan strategis dapat memengaruhi posisi Indonesia di kancah internasional. Prabowo perlu memastikan bahwa setiap kebijakan luar negeri yang diambil sejalan dengan kepentingan nasional dan mendukung stabilitas regional. Langkah yang tergesa-gesa di bidang ini dapat menimbulkan ketegangan diplomatik atau bahkan merugikan posisi strategis Indonesia di mata dunia.
Selain itu, sebagai presiden, Prabowo diharapkan menjadi pemimpin yang mampu mengelola dinamika politik dalam negeri dengan bijaksana. Indonesia sebagai negara demokrasi membutuhkan kebijakan yang inklusif dan melibatkan berbagai pihak, termasuk legislatif, birokrasi, dan masyarakat sipil. Kebijakan yang dibuat tanpa konsultasi dan koordinasi yang memadai dapat memicu resistensi politik atau bahkan memunculkan polarisasi di tengah masyarakat. Dalam konteks ini, kepemimpinan yang sabar dan penuh perhitungan akan lebih efektif dalam membangun stabilitas politik dan mendukung program-program pemerintahan.
Prabowo juga harus memperhatikan kesejahteraan rakyat, terutama di sektor sosial-ekonomi. Kebijakan seperti kenaikan harga bahan pokok, reformasi subsidi, atau perubahan aturan tenaga kerja harus dirancang dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat kelas menengah ke bawah. Langkah-langkah grasa-grusu dalam kebijakan sosial dapat menimbulkan keresahan di kalangan rakyat kecil, yang merasa bahwa kebijakan tersebut tidak adil atau justru menambah beban hidup mereka. Sebagai presiden, Prabowo harus memastikan bahwa setiap kebijakan sosial yang diambil mencerminkan keadilan dan melindungi kelompok rentan.
Dengan tanggung jawab besar yang diembannya, Prabowo memiliki kesempatan untuk meninggalkan warisan kepemimpinan yang berdampak positif bagi Indonesia. Untuk mencapai hal ini, ia harus mengedepankan perencanaan yang matang, pelibatan para ahli, dan konsultasi dengan pemangku kepentingan. Menghindari sikap grasa-grusu dalam membuat kebijakan adalah kunci untuk menciptakan pemerintahan yang stabil, efektif, dan mampu memenuhi harapan rakyat. Dalam setiap langkah yang diambil, Prabowo perlu memikirkan dampak jangka panjangnya, memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya menyelesaikan masalah saat ini, tetapi juga membangun fondasi yang kuat untuk masa depan Indonesia.
(Oleh Bernard Simamora, S.Si., S.IP, S.H., M.H., M.M.)
Artikel Macan Asia itu Kini Presiden, Sebaiknya Tidak Grasa-Grusu Membuat Kebijakan pertama kali tampil pada Majalah Hukum.