Oleh Ki Supriyoko

Khusus untuk anak-anak kita yang berprestasi cemerlang, yang telah mengharumkan nama bangsa dan negara dengan meraih medali emas dalam olimpiade berbagai cabang ilmu pengetahuan tingkat internasional, pemerintah akan memberikan beasiswa.

Beasiswa itu dimaksudkan menuntut ilmu di universitas mana pun di seluruh dunia sampai mencapai gelar doktor.

Kita patut bersyukur, pada tahun 2007 kontingen Indonesia berhasil memperoleh 51 medali emas dari berbagai olimpiade sains internasional. Suatu prestasi yang cemerlang dan membanggakan.

Kalimat itu secara eksplisit dinyatakan Presiden Yudhoyono saat menyampaikan pidato kenegaraan dan keterangan pemerintah atas rancangan undang- undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2009 beserta nota keuangan pada 15 Agustus 2008.

Apabila dicermati secara teliti dalam sejarah pidato kenegaraan presiden RI, pengakuan terhadap prestasi internasional anak cerdas Indonesia baru pertama kali terjadi. Apalagi menghadirkan anak-anak cerdas pada acara resmi pidato kenegaraan juga belum pernah dilakukan selama ini; terkecuali pada momentum 15 Agustus 2008.

Kaya anak cerdas

Jika diukur dengan pencapaian medali dalam momentum olimpiade internasional, sebenarnya kita memiliki banyak anak cerdas. Kita selalu mampu meraih medali emas, perak, atau perunggu dalam setiap momentum, seperti International Mathematical Olympiad (IMO), International Physics Olympiad (IPhO), International Biology Olympiad (IBO), International Chemistry Olympiad (IChO), dan International Astronomy Olympiad (IAO).

Peraihan medali oleh anak Indonesia ternyata cukup merata; dari SD, SMP, hingga SMA.

Di satuan SD, anak kita berhasil mengharumkan nama bangsa dalam forum Primary Mathematics World Contest (PMWC) 2006 di Hongkong. Dalam forum ini anak Indonesia, Jennifer Santosa, meraih medali emas selain mendapat predikat Honour for Individual Performance. Anak Indonesia lainnya, Ivan Wangsa, meraih medali perunggu dan predikat Third Class Honour for Individual Performance.

Pada satuan SMP anak-anak berjaya dalam forum The 2nd International Junior Science Olympiad (IJSO) yang diselenggarakan di Yogyakarta-Indonesia pada 5-13 Desember 2005. Di dalam forum ini anak-anak berhasil meraih enam medali emas, empat medali perak, dan dua medali perunggu. Momentum yang diikuti ratusan siswa dari 34 negara itu salah satu anggota delegasi Indonesia, Yoshua Michael Maranatha, berhasil meraih trofi Absolute Winner (pemenang sejati) setelah mendapat nilai tertinggi dan keluar sebagai The Best Theory.

Apakah prestasi itu diraih karena penyelenggaraannya di ”kampung” sendiri? Tidak! Ketika IJSO ke-3 diselenggarakan pada 3-12 Desember 2006 di Sao Paulo, Brasilia, pun, anak Indonesia kembali berjaya. Kita berhasil menyabet dua medali emas atas nama Kevin Nangoi dan Fernaldo Richtiar Winnerdy; tiga medali perak atas nama Aga Krisnandha, Kevin Soejatmiko, dan Ivana Polim; serta satu medali perunggu atas nama Rais Bachtiar.

Bagaimana dengan satuan SMA? Pada satuan ini pun, banyak siswa Indonesia berjaya. Ketika diselenggarakan International Physics Olympiad (IPhO) pada 8-17 Juli 2006 di Singapura, para siswa berhasil mengumpulkan empat emas atas nama Jonathan Pradana Mailoa, Pangus Ho, Irwan Ade Putra, dan Andy Octavian Latief; serta satu medali perak atas nama Firman-syah Kasim. Pada forum yang diikuti 386 peserta dari 84 negara ini delegasi Indonesia berhasil menjadi juara umum. Wajar jika anak- anak pengharum nama bangsa ini begitu tiba di Tanah Air langsung diterima Presiden Yudhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan beberapa menteri.

Prestasi bagus itu juga terjadi di forum olimpiade lain, misalnya dalam International Astronomy Olympiad (IAO), 29 September-7 Oktober 2007 di Simeiz, Ukraina. Pada acara itu, anak Indonesia berjaya atas nama Zefrizal Nanda Mardani (emas), Veena Salim (perunggu), dan Anas Maulidi Utama (perunggu).

Dalam International Mathematical Olympiad (IMO), 10-22 Juli 2008 di Madrid, Spanyol, anak Indonesia berjaya atas nama Andreas Dwi Maryanto Gunawan (perak), Aldrian Obaja Muis (perunggu), dan Fahmi Fuady (perunggu).

”Reward” yang tepat

Terlepas dari sejauh mana representativitasnya terhadap anak Indonesia umumnya, yang jelas kita memiliki anak-anak cerdas yang terbukti berhasil mengharumkan bangsa Indonesia. Janji Presiden Yudhoyono untuk memberikan beasiswa kepada mereka guna menuntut ilmu di universitas mana pun di seluruh dunia sampai mencapai gelar doktor merupakan reward yang tepat.

Kita harus jujur, hingga kini pendidikan tinggi merupakan sesuatu yang ”mahal” bagi kebanyakan rakyat Indonesia, apalagi sampai strata S-3 alias doktor. Mengambil program doktor di luar negeri, apalagi di perguruan tinggi berkelas internasional (world class university), merupakan impian yang hampir tidak mungkin diwujudkan.

Meski pemberian beasiswa kepada anak-anak cerdas itu amat tepat, tetapi harus disertai ikatan, berupa kesanggupan untuk mengamalkan ilmu yang diperolehnya bagi kemajuan bangsa Indonesia. Hal ini untuk mengantisipasi jangan sampai setelah selesai pendidikan doktor kelak, anak-anak itu ”melarikan” diri, menjual kecerdasan dan ilmu yang diperolehnya bagi kepentingan bangsa lain.

Kita bangga memiliki anak- anak cerdas Indonesia. Namun, kebanggaan ini perlu didukung sistem pengelolaan yang profesional, baik untuk kepentingan anak-anak cerdas itu sendiri maupun bangsa.
Ki Supriyoko Sekretaris Komisi Nasional (Komnas) Pendidikan Indonesia