Bangsa ini telah lama kehilangan jiwa militansinya, yaitu tekad, semangat, keuletan, dan ketangguhan, untuk bisa bangkit dari keterpurukan dan krisis yang membelenggu. Negara ini membutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk memompa kembali semangat itu.

Demikian benang merah yang mengemuka dalam seminar memperingati satu abad Kebangkitan Nasional yang diadakan Forum Rektor Indonesia, Sabtu (17/5) di Bandung. Acara ini dihadiri antara lain oleh Ketua DPR Agung Laksono, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, dan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso.

Menurut Djoko Santoso, rendahnya jiwa militansi sebagai warga bangsa menjadi salah satu penyebab ketertinggalan Indonesia dari negara lain. Krisis dan eforia yang mewarnai gerakan reformasi hampir mengakibatkan bangsa ini kehilangan arah. Jati diri bangsa mulai luntur yang diwarnai hilangnya secara perlahan modal sosial, seperti toleransi dan gotong royong.

Wawasan kebangsaan juga mulai menurun yang ditandai dengan gejala disparitas dan diskriminasi sosial. Sementara itu, permasalahan ekonomi masih terus melilit masyarakat. Menurut Djoko, kondisi inilah yang kemudian mengakibatkan kondisi ketahanan negara menjadi tidak optimal sehingga rentan terhadap ancaman. Apalagi, ditambah persoalan minimnya personel, alutsista, dan berlarutnya penyiapan komponen cadangan.

Dalam kondisi ini, ujanya, dibutuhkan hal yang bernama revitalisasi nasionalisme. Peringatan Hari Kebangkitan Nasional menjadi momentum tepat melakukan revitalisasi itu.

Kemunduran nasionalisme

Ketua DPR Agung Laksono mengatakan, pemerintahan yang kuat dapat diwujudkan melalui hubungan DPR-pemerintah yang ideal. Ini dapat dicapai melalui koalisi permanen yang tercipta jauh sebelum pemilu dilakukan. Pemerintahan kuat inilah yang diyakini mampu menjawab berbagai tantangan dan persoalan bangsa saat ini.

Adapun Hidayat Nur Wahid mengatakan, negara ini harus dibangun atas dasar ideologi multikultur yang menekankan adanya kesederajatan. Pendekatan inilah yang digunakan pada awal-awal Kebangkitan Nasional dan ketika negara Indonesia didirikan. ”Masyarakat kita ini layaknya mosaik, dari kelompok-kelompok terkecil menyusun sebuah bingkai besar keindahan. Multikulturisme jangan sekadar wacana, tetapi jadikan ideologi dalam kehidupan bermasyarakat kita,” ujar Hidayat. (JON)

sumber : kompas