JAKARTA – Dalam mengusut tutas kasus persetubuhan terhadap anak RO di Parigi Moutong, Pemerintah mendesak kepolisian di Sulawesi Tengah (Sulteng) mengacu pada konstruksi hukum sesuai Undang-undang (UU) Perlindungan Anak (PA), dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menegaskan, kasus persetubuhan berkali-kali yang dialami perempuan 15 tahun itu, adalah merupakan tindak pidana kekerasan seksual.

Dhahana Putra selaku Direktur Jenderal (Dirjen) HAM Kemenkumham menegaskan, Polda Sulteng harus mengusut tuntas kasus tersebut. Dan memastikan para pelaku, dan tersangka persetubuhan terhadap RO tersebut dapat diseret ke pengadilan dengan mengacu persangkaan yang lebih kuat dalam UU 11/2012 tentang PA, UU 12/2022 tentang TPKS.

Menurut Dhana, dari kronologis yang disampaikan kepolisian pekan lalu, jelas perbuatan yang dialami oleh anak RO, sesuai dengan konstruksi Pasal 4 ayat (2) UU 12/2022 tentang TPKS. Disebutkan dalam pasal tersebut, bahwa perkosaan atau persetubuhan terhadap anak-anak dikategorikan sebagai tindak pidana kekerasan seksual.

“Karena itu, APH (aparat penegak hukum-kepolisian), tidak perlu ragu untuk menggunakan UU Perlindungan Anak, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, maupun UU TPKS sebagai acuan dalam mengusut tuntas kasus tersebut,” ujar Dhahana, , Senin (5/6/20023).

Dhahana mengatakan, Dirjen HAM di Kemenkumham terus memantau perkembangan kasus tersebut. Termasuk dikatakan dia, dengan mengirimkan tim khusus untuk berkordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng. Kordinasi tersebut, dikatakan Dhahana agar memeastikan kasus tersebut dapat didorong ke pengungkapan tuntas, dan penuntutan di persidangan.

Namun juga untuk memastikan upaya pemulihan dan pemenuhan hak asasi manusia terhadap korban anak perempuan dalam kasus tersebut.

“Kami yakin, aparat kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini secara transparan dengan mengedepankan kepentingan yang terbaik untuk anak korban. Sehingga pelaku perbuatan keji tersebut dapat dihukum sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan,” ujar Dhahana.

Kasus pemerkosaan terhadap anak 15 tahun inisial RO yang terjadi di Desa Sausu, di Parigi Moutong saat ini dalam pengambilalihan penyidikan oleh Polda Sulteng.

Kendati demikian, Agus Nugroho selaku Kapolda Sulteng Inspektur Jenderal (Irjen) menolak kasus tersebut terkait dengan pemerkosaan.

Dalam jumpa pers pekan lalu, Irjen Agus mengatakan, kasus tersebut adalah persetubuhan terhadap anak di bawah umur.

“Kasus tersebut adalah bukan pemerkosaan, ataupun rudapaksa. Saya ingin meluruskan penggunaan istilah ini. Kita tidak menggunakan istilah pemerkosaan dalam kasus ini. Melainkan persetubuhan terhadap anak di bawah umur,” ujar Agus.

Dalam kasus tersebut terungkap, pemerkosaan RO dilakukan sebanyak 11 orang dewasa. Para pelaku itu terdiri dari seorang kepala desa, seorang guru, mahasiswa, pun ada yang pelakunya seorang anggota Polri, dan juga pengangguran.

Para pelaku tersebut diantaranya adalah, HR alias Pak Kades (43 tahun); ARH alias Pak Guru (40); AK (47), AR (26), NT (36), FN (22), K (32), AW, dan AS, HK, serta MKS. Pelaku inisial MKS, diakui Irjen Agus adalah sebagai anggota Polri. Disebutkan kasus persetubuhan anak tersebut dilakukan para pelaku dalam peristiwa yang berbeda-beda.

Rentang waktu persetubuhan oleh 11 pelaku itu, terjadi sepanjang April 2022 sampai dengan Januari 2023. Peristiwa persetubuhan itu, pun dilakukan di tempat yang berbeda-beda. Dari mulai dilakukan di kantor kesekretariatan desa setempat, di penginapan, di pondok perkebunan, bahkan di tanah lapang pinggiran sungai.

Dari pengungkapan kepolisian persetubuhan terhadap RO, dilakukan lebih dari 18 kali. Modus operandi yang dilakukan para pelaku, dikatakan Irjen Agus dengan cara merayu, menjanjikan, atau mengiming-imingi sesuatu atau hadiah, serta janji untuk menikahi.

Dari penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian, 11 pelaku tersebut sudah ditetapkan menjadi tersangka dan melakukan penahanan. Kepolisian akhir pekan lalu berhasil menangkap tiga pelaku, termasuk tersangka dari anggota kepolisian yang sempat melarikan diri.

Pada Sabtu (3/6/2023), Polda Sulteng mengumumkan masih tersisa tiga pelaku yang sampai hari ini belu berhasil dilakukan penangkapan. Yakni AW alias AT, AS, alias AK dan AR.

“Ketiga tersangka pelaku tersebut, masih dalam status buron dan akan terus dicari untuk ditangkap dan dimintakan pertanggungjawaban,” ujar Agus.

The post Usut Pemerkosaan Anak, Pemerintah Desak Terapkan UU TPKS di Sulteng first appeared on Majalah Hukum.


Eksplorasi konten lain dari Bernard Simamora

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.