Secara internasional, HAM termasuk kedalam sistem hukum internasional (dibentuk oleh masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara). Negara mempunyai peranan penting dalam membentuk sistem hukum tersebut melalui kebiasaan, perjanjian internasional, atau bentuk lainnya seperti deklarasi maupun petunjuk teknis. Kemudian negara menyatakan persetujuannya dan terikat pada hukum internasional. Dalam HAM, yang dilindungi dapat berupa individu, kelompok tertentu, atau harta benda. Negara atau pejabat negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warga negara beserta harta bendanya. Sehingga norma dan standar HAM berasal dari hukum internasional.
Sumber hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional terdiri dari 3 sumber utama dan 2 sumber tambahan. Sumber hukum tersebut adalah: hukum perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional, prinsip hukum umum, putusan hakim, ajaran para ahli hukum internasional.
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh anggota masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara, baik yang bersifat umum maupun khusus, membentuk aturan-aturan yang secara tegas diakui oleh masyarakat internasional. Hal ini bertujuan untuk membentuk hukum sehingga mempunyai akibat hukum. Bentuknya dapat berupa kovenan, konvensi, perjanjian, dan lain-lain.
Kebiasaan internasional (Customary International Law) adalah kebiasaan internasional antarnegara-negara di dunia, merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai “hukum?, diterima sebagai bukti dari suatu praktik umum yang diterima sebagai hukum. Kebiasaan-kebiasaan Internasional berkembang dengan terbentuknya Konvensi Jenewa tahun 1864.
Pada saat ini telah dihasilkan suatu dokumen hasil penelitian yang diprakarsai oleh ICRC tentang hukum kebiasaan internasional dari hukum humaniter. Dalam penelitian ini telah diidentifikasikan berbagai kebiasaan yang telah dipraktikkan oleh negara-negara untuk hukum humaniter. Hukum kebiasaaan internasional yang dimaksud disarikan dari berbagai putusan mahkamah nasional dan internasional serta ketentuan-ketentuan hukum nasional dari masing-masing negara (baik yang tercantum dalam undang-undang maupun manual-manual dari Angkatan Bersenjata dari negara-negara yang diteliti).
Prinsip Hukum Umum adalah asas hukum umum yang terdapat dan berlaku dalam hukum nasional negara-negara di dunia. Prinsip ini mendasari sistem hukum positif dan lembaga hukum yang ada di dunia. Prinsip-prinsip hukum umum yang menurut Statuta Mahkamah Pengadilan Internasional diartikan sebagai prinsip prinsip yang terdapat dalam semua sistem hukum, memang tidak banyak yang dapat diformulasikan secara tepat untuk menjadi operasional. Namun demikian, prinsip-prinsip hukum umum ini seperti antara lain prinsip itikad baik (good faith), prinsip pacta sunt servanda dan prinsip proporsional, yang telah menjadi kebiasaan internasional dan telah dikodifikasi, juga berlaku dalam sengketa bersenjata dan dapat bermanfaat dalam melengkapi dan menerapkan hukum humaniter.
Putusan pengadilan internasional merupakan sumber hukum tambahan dari tiga sumber hukum utama di atas. Keputusan pengadilan ini hanya mengikat para pihak yang bersengketa saja. Namun demikian, keputusan tersebut dapat digunakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu perkara, yang didasarkan pada tiga sumber hukum utama di atas. Putusan mahkamah, baik pengadilan nasional maupun internasional, dapat dijadikan sumber hukum humaniter.
Ajaran para ahli hukum internasional yang terkemuka adalah hasil penelitian dan tulisan yang sering dipakai sebagai pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional. Meskipun demikian, ajaran tersebut bukan merupakan suatu hukum.
Instrumen Hukum Internasional yang mengikat antara lain Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Konvensi Genosida, Konvensi Menentang Penyiksaan, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak, dan Konvensi Mengenai Status Pengungsi .
Selain itu juga ada Instrumen Hukum Internasional yang Tidak Mengikat, antara lain : Deklarasi Mengenai Pembela HAM, Prinsip-Prinsip tentang Hukuman Mati yang Tidak Sah, Sewenang-Sewenang dan Sumir, Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum, Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api, Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa, Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan.
Dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), komitmen untuk memenuhi, melindungi HAM serta menghormati kebebasan pokok manusia secara universal ditindaklanjuti oleh PBB melalui pembentukan instrumen-instrumen yang mengatur tentang HAM dalam bentuk instrumen hukum yang mengikat dan tidak mengikat. Instrumen hukum yang mengikat di antaranya adalah DUHAM, yang merupakan langkah besar yang diambil oleh masyarakat internasional pada tahun 1948. Norma-norma yang terdapat dalam DUHAM merupakan norma internasional yang disepakati dan diterima oleh negara-negara di dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa.
DUHAM merupakan kerangka tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk umum dan merupakan sumber utama pembentukan dua instrumen HAM, yaitu: kovenan internasional tentang hak sipil dan politik serta kovenan internasional tentang hak ekonomi, sosial dan budaya. Kemudian untuk instrumen yang tidak mengikat di antaranya adalah deklarasi mengenai pembela HAM, prinsip-prinsip tentang hukuman mati yang tidak sah, sewenang-sewenang dan sumir, pedoman berperilaku bagi penegak hukum, prinsip-prinsip dasar mengenai penggunaan kekerasan dan senjata api, deklarasi mengenai penghilangan paksa, dan deklarasi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
Bernard Simamora, S.Si, S.IP., SH, MH, MM, Kantor Hukum BSDR.
Eksplorasi konten lain dari Bernard Simamora
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.