Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, Pemerintah, maupun setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia bersumber dari teori hak kodrati (natural rights theory) dari seorang kaum terpelajar pasca-Renaisans, John Locke dengan melihat pada pengalaman buruk dunia internasional dengan peristiwa Holocaust Nazi.

Sejarah HAM dimulai di Inggris sejak 1215 dengan dideklarasikannya Magna Charta. Sejarah berlanjut pada tahun 1689 dengan dibentuknya Bill of Rights di Inggris, yang intinya adalah persamaan kedudukan di hadapan hukum. Perjalanan sejarah di Amerika Serikat dimulai dengan berdirinya negara merdeka di bekas wilayah koloni Inggris melalui The American Declaration of Independence, disusul dengan The French Declaration yang merinci lebih lanjut hak-hak yang kemudian disebut HAM, yang melahirkan The Rule of Law. Hak-hak tersebut menjadi dasar pemikiran dalam merumuskan HAM universal yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang disahkan PBB pada tahun 1948.

Karel Vasak, seorang ahli hukum dari Perancis, menggunakan istilah “generasi” untuk menunjuk pada substansi dan ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu. Ahli hukum dari Perancis itu membuat kategori generasi berdasarkan slogan Revolusi Perancis yang terkenal itu, yaitu: “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan”. Dalam perkembangannya, HAM dapat dibagi kedalam tiga generasi: generai pertama yaitu sipil dan politik; generasi kedua yaitu sosial, budaya, dan ekonomi; generasi ketiga yaitu hak solidaritas atau hak bersama.

Generasi Pertama, “Kebebasan”, sering dirujuk mewakili Hak-hak di bidang Sipil dan Politik. Hak-hak ini muncul dari tuntutan untuk melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan kekuatan-kekuatan sosial lainnya sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak yang bergelora di Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18. Karena itulah hak-hak generasi pertama itu dikatakan sebagai hak-hak klasik. Hak-hak tersebut pada hakikatnya hendak melindungi kehidupan pribadi manusia atau menghormati otonomi setiap orang atas dirinya sendiri (kedaulatan individu).

Pemenuhan hak-hak yang dikelompokkan dalam generasi pertama ini sangat tergantung pada absen atau minusnya tindakan negara terhadap hak-hak tersebut. Jadi negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Hak-hak di bidang Sipil dan Politik tersebut diantaranya: Hak hidup; Keutuhan jasmani; Hak suaka dari penindasan, Penyelenggaraan peradilan; Privasi; Perlindungan terhadap hak milik; Kebebasan beragama; Berkumpul denga damai dan berserikat; Partisipasi politik; Persamaan di muka hukum; dan Perlindungan yang efektif terhadap diskriminasi;

Generasi Kedua, “Persamaan”, dirujuk untuk mewakili hak-hak di bidang sosial, budaya, dan ekonomi. Hak-hak ini muncul dari tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar setiap orang mulai dari makan sampai pada kesehatan. Negara dengan demikian dituntut bertindak lebih aktif, agar hak-hak tersebut dapat terpenuhi atau tersedia.

Karena itu hak-hak generasi kedua ini dirumuskan dalam bahasa yang positif: “hak atas” (“right to”), bukan dalam bahasa negatif: “bebas dari” (“freedom from”). Keterlibatan negara di sini harus menunjukkan tanda plus (positif), tidak boleh menunjukkan tanda minus (negatif). Jadi untuk memenuhi hak-hak yang dikelompokkan ke dalam generasi kedua ini, negara diwajibkan untuk menyusun dan menjalankan program-program bagi pemenuhan hak-hak tersebut, antara lain : Pekerjaan dan kondisi kerja yang memadai; Membentuk serikat pekerja; Jaminan sosial dan standar hidup yang memadai termasuk pangan, sandang, dan papan; Kesehatan; Pendidikan; dan Bagian dari kehidupan budaya.

Generasi Ketiga, “Persaudaraan”, diwakili oleh tuntutan atas “hak solidaritas” atau “hak bersama”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya : hak atas pembangunan; hak atas perdamaian; hak atas sumber daya alam sendiri; hak atas lingkungan hidup yang baik; dan hak atas warisan budaya sendiri. Inilah isi generasi ketiga hak asasi manusia itu.

HAM termasuk kedalam sistem hukum internasional (dibentuk oleh masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara). Negara mempunyai peranan penting dalam membentuk sistem hukum tersebut melalui kebiasaan, perjanjian internasional, atau bentuk lainnya seperti deklarasi maupun petunjuk teknis. Kemudian negara menyatakan persetujuannya dan terikat pada hukum internasional. Dalam HAM, yang dilindungi dapat berupa individu, kelompok tertentu, atau harta benda. Negara atau pejabat negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warga negara beserta harta bendanya.

Dalam Piagam PBB, terdapat mekanisme pemantauan yang bersifat lebih umum, yaitu mekanisme yang dibentuk untuk bekerja di dalam bidang yang luas dari hukum internasional publik dan tidak hanya hukum hak asasi manusia internasional. Kebanyakan dari mekanisme PBB ini terkait dengan organ-organ sebagaimana disebut dalam Pasal 7 piagam PBB, Beberapa Badan PBB yang terkait dengan Pembentukan HAM antara lain: Majelis Umum PBB, Dewan Perwalian, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan ekonomi sosial berada di bawah pengawasan Majelis umum PBB, Dewan Hak Asasi Manusia, dan Mahkamah Internasional.

Dewan Hak Asasi Manusia adalah badan PBB yang baru dibentuk. Badan ini dibentuk dengan Resolusi Majelis Umum 60/251 tertanggal 15 Maret 2006 sebagai bagian pembaruan untuk memperkuat kegitan hak asasi manusia PBB, menggantikan posisi dari Komisi HAM PBB, Tugas utamanya adalah melakukan tindak lanjut terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di dunia. Kedudukan Dewan HAM adalah sebagai badan tambahan dari Majelis Umum PBB.

Bersama-sama dengan Mejelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB mempunyai kewenangan dibidang hak asasi manusia yang berat dan sistematis seperti yang mereka lakukan pada rezim Apartheid di Afrika Selatan. Dalam situasi yang ekstrim kedua institusi tersebut mempunyai kewenanangan untuk memperbolehkan pengunaan kekuatan terhadap negara anggota. Dua badan ini mempunyai peran yang penting apabila menghadapi situasi hak asasi manusia di negara anggota yang menjadi fokus perhatian internasional dan untuk berbagai kelompok dan ketika harus mengembangkan standar baru.

Bernard Simamora, S.Si, S.IP., SH, MH, MM, Kantor Hukum BSDR.