Di Indonesia, fenomena politisi daerah yang lebih mengutamakan kekayaan pribadi daripada pelayanan publik dan good governance telah menjadi perhatian masyarakat. Hal ini mencerminkan adanya ketimpangan dalam prioritas dan nilai yang dipegang oleh sebagian politisi.
Sebagai wakil rakyat, seharusnya politisi memiliki tanggung jawab untuk melayani masyarakat dan memperjuangkan kepentingan publik. Namun, kenyataannya banyak politisi yang justru lebih fokus pada upaya memperkaya diri sendiri. Mereka terlibat dalam praktik korupsi, nepotisme, dan kolusi yang merugikan masyarakat.
Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa politisi daerah lebih tertarik pada buru-buru kekayaan pribadi daripada meningkatkan pelayanan publik dan good governance.
Ketidakadilan Sistem Politik
Sistem politik yang tidak adil dapat menjadi pemicu utama perilaku korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh politisi. Di Indonesia, masih terdapat praktik politik uang yang melibatkan politisi dalam pemilihan umum. Politisi yang terpilih kemudian merasa memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang telah dikeluarkan selama kampanye, bahkan dengan cara yang tidak etis.
Selain itu, sistem politik yang tidak transparan dan rentan terhadap praktik korupsi juga memberikan kesempatan bagi politisi untuk mengumpulkan kekayaan pribadi. Mereka dapat memanfaatkan posisi dan wewenangnya untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tanpa memikirkan dampak negatif bagi masyarakat.
Kurangnya Pengawasan dan Hukuman yang Tegas
Kurangnya pengawasan dan hukuman yang tegas terhadap politisi yang terlibat dalam korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan juga menjadi faktor yang mempengaruhi prioritas politisi dalam mencari kekayaan pribadi. Politisi yang mengetahui bahwa mereka dapat lolos dari hukuman atau mendapatkan hukuman yang ringan cenderung merasa bebas untuk melakukan tindakan korupsi.
Hal ini juga berdampak pada rendahnya efektivitas sistem pengawasan dan penegakan hukum terhadap politisi yang terbukti melakukan tindak korupsi. Masyarakat menjadi kehilangan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga yang seharusnya bertugas mengawasi dan memberantas korupsi.
Tekanan Politik dan Kepentingan Pribadi
Politisi juga sering menghadapi tekanan politik dan kepentingan pribadi yang dapat mengalihkan perhatian mereka dari pelayanan publik dan good governance. Dalam menjalankan tugasnya, politisi sering kali harus mempertimbangkan faktor-faktor politik, seperti mempertahankan kekuasaan, memenuhi kepentingan partai politik, dan memperoleh dukungan dari kelompok tertentu.
Akibatnya, politisi dapat terjebak dalam kepentingan pribadi dan mengabaikan tugas utamanya sebagai pelayan masyarakat. Mereka lebih fokus pada mempertahankan dan memperluas kekuasaan politiknya, daripada meningkatkan pelayanan publik dan good governance.
Perlunya Perubahan Mentalitas dan Sistem Politik
Untuk mengatasi fenomena politisi daerah yang lebih mengutamakan kekayaan pribadi, perlu adanya perubahan mentalitas dan sistem politik. Politisi harus memiliki kesadaran bahwa mereka adalah pelayan masyarakat dan memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, perlu ada perubahan dalam sistem politik yang lebih transparan, akuntabel, dan berintegritas. Pengawasan yang ketat dan hukuman yang tegas harus diberlakukan terhadap politisi yang terlibat dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mengawasi dan memilih politisi yang memiliki komitmen tinggi terhadap pelayanan publik dan good governance. Dalam pemilihan umum, masyarakat harus lebih selektif dan memilih calon yang memiliki rekam jejak yang baik dalam melayani masyarakat.
Dengan perubahan mentalitas dan sistem politik yang lebih baik, diharapkan politisi daerah akan lebih fokus pada peningkatan pelayanan publik dan good governance. Prioritas mereka akan berubah dari buru-buru kekayaan pribadi menjadi melayani dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.
(Ditulis oleh Bernard Simamora, S.Si., S.IP., S.H., M.H., M.M.)