JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan, banding ajuan tim penuntutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) bukan sebagai perlawanan hukum atas putusan majelis hakim tingkat pertama terhadap empat terdakwa.

Ketut Sumedana selaku Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, menerangkan bahwa banding jaksa dilakukan sebagai respons atas langkah upaya hukum yang diajukan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Bripka Ricky Rizal ke pangadilan tinggi.

Empat terdakwa tersebut, tak terima atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang sudah dijatuhkan terhadap masing-masing terdakwa.

Yang di antaranya terdakwa Sambo dijatuhi hukuman mati, terdakwa Putri dihukum selama 20 tahun penjara, terdakwa Kuat Maruf dan Bripka Ricky masing-masing dipidana 15 dan 13 tahun penjara. Keempat terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 340 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Namun atas putusan hakim tingkat pertama tersebut, pada Rabu (14/02/2023), dan Kamis (15/2/2023) empat terdakwa itu menyatakan tak terima. Keempat terdakwa memilih banding ke pengadilan tingkat kedua.

Ketut mengatakan, langkah hukum empat terdakwa tersebut harus direspons dengan sikap yang sama dari jaksa penuntut umum (JPU).

“Banding yang diajukan JPU bukan semata-mata karena tinggi rendahnya hukuman yang sudah dijatuhkan dalam putusan majelis hakim terhadap terdakwa. Tetapi lebih kepada untuk mempertahankan argumentasi hukum dalam tuntutan yang sudah sesuai dengan putusan dari majelis hakim,” ujar Ketut dalam siaran pers, Selasa (21/02/2023).

Ketut mengatakan, memang, jika menjadikan tuntutan jaksa sebagai acuan penghukuman, putusan majelis hakim lebih berat terhadap empat terdakwa itu. Jaksa menuntut terdakwa Sambo dengan seumur hidup. Tuntutan terhadap terdakwa Putri, Kuat, dan Bripka Ricky masing-masing cuma delapan tahun.

Akan tetapi Ketut menjelaskan, banding yang diajukan oleh jaksa penuntutan, bukan untuk mempersoalkan, apalagi menghendaki agar pengadilan tinggi menghukum keempat terdakwa tersebut lebih rendah dari putusan PN Jaksel.

Bukan pula sebagai perlawanan hukum agar pengadilan tinggi, menghukum terdakwa Sambo, Putri, Kuat, dan Bripka Ricky sesuai dengan tuntutan jaksa.

Akan tetapi, Ketut menerangkan, banding yang diajukan oleh kejaksaan, lebih untuk mempertahankan apa yang sudah tertuang dalam putusan majelis hakim terhadap empat terdakwa tersebut.

Ketut juga menjelaskan, jika banding yang diajukan keempat terdakwa itu tak direspon dengan sikap serupa dari jaksa penuntut. Lalu pengadilan tinggi mengubah putusan yang sudah dijatuhkan hakim peradilan tingkat pertama, maka otomatis, jaksa tak punya hak hukum untuk melawan hasil banding tersebut ke peradilan lebih tinggi di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Sebaliknya dikatakan Ketut, dengan mengajukan banding atas perlawanan hukum dari keempat terdakwa di pengadilan tinggi, langkah tersebut memberikan hak bagi jaksa untuk tetap meyakinkan majelis hakim tinggi agar mempertahankan putusan peradilan tingkat pertama.

“Ketika putusan pengadilan tinggi mengabulkan banding para terdakwa, sebagian atau seluruhnya, jaksa mempunyai hak yang sama untuk mempertahankan argumentasi hukum yang sudah dibacakan dan tertuang dalam tuntutan dan argumentasi hukum yang telah tertuang dalam memori banding dan kontra memori banding, sehingga persamaan hak dalam upaya hukum dapat diakomodir pada saat mengajukan upaya hukum kasasi,” terang Ketut.

“Jadi banding oleh jaksa, nantinya akan mengajukan memori banding, dan kontra memori banding berupa risalah yang memuat bantahan-bantahan terhadap isi memori banding dari keempat terdakwa tersebut. Serta menekankan kembali kebenaran, dan ketepatan putusan yang sudah dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap empat terdakwa tersebut,” sambung Ketut.

Selain Sambo, Putri, dan Kuat, serta Bripka Ricky, satu terdakwa lain yang dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan berencana di Duren Tiga 46 ini adalah Bharada Richard Eliezer (RE).

Terhadap Richard, majelis hakim menjatuhkan pidana ringan 1 tahun 6 bulan. Hukuman terhadap Richard itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hakim mengukum selama 12 tahun penjara.

Hakim dalam putusan memberikan penghargaan penghukuman ringan terhadap Richard atas perannya sebagai justice collaborator atau saksi-pelaku yang bekerjasama mengungkap terang kasus pembunuhan berencana Brigadir J tersebut. Atas putusan hakim terhadap Richard tersebut, jaksa memilih tak mengajukan banding.

Artikel Ketut Sumedana : Banding Terhadap Sambo CS Bukan Sebagai Perlawanan Hukum Putusan Majelis Hakim pertama kali tampil pada Majalah Hukum.