Jakarta, Indikasi.id – Sejumlah orang yang mengikuti seleksi calon hakim ad hoc HAM menilai penanganan kasus HAM berat yang masih mandek sejauh ini adalah akibat persoalan politik atau kemauan penegak hukum memproses keadilan.

Hal itu terungkap dalam proses seleksi tahap wawancara calon hakim ad hoc HAM yang digelar Komisi Yudisial (KY), Kamis (2/2). Ada lima calon hakim ad hoc yang menjalani seleksi tahap wawancara kemarin, di mana dua di antaranya berlatar belakang eks hakim ad hoc tipikor dan seorang anggota Polri aktif.

Hakim ad hoc tindak pidana korupsi yang kini melamar sebagai calon hakim ad hoc HAM, Ukar Priyambodo, mengungkapkan kendala penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat adalah tidak adanya kemauan politik (political will).

Mulanya, mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) yang ditunjuk sebagai panelis unsur kenegarawanan, Bagir Manan, menanyakan hambatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia kepada Ukar.

“Hambatan apa sebetulnya yang menyebabkan peradilan HAM itu masih menggantung-gantung persoalan pelanggaran HAM berat itu tidak selesai?” tanya Bagir.

“Menurut hemat saya itu dikarenakan dari penegak hukum itu sendiri, dalam hal ini ketidakmauan atau kebijakan atau political will yang tidak ingin membawa keadilan sehingga untuk cepat diadili,” jawab Ukar yang merupakan eks hakim ad hoc tipikor di Palangka Raya itu.

Bagir yang juga merupakan mantan Ketua Dewan Pers ini juga menyinggung pembuktian yang sulit dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.

Bagir pun memberi contoh kasus penembakan misterius (petrus) yang mengharuskan Presiden ke-2 RI Soeharto bertanggung jawab. Namun, karena yang bersangkutan telah meninggal, menjadi sulit untuk pembuktian.

Dia mengonfirmasi persoalan tersebut kepada Ukar, dan diamini.

“Kemudian juga ketidaksanggupan membawa keadilan itu sehingga ini mengacu pada penegak hukum,” terang Ukar.

Jawaban hampir senada Ukar juga muncul dari Harnoto yang berlatar belakang Polri. Seperti halnya kepada Ukar, Bagir pun bertanya pada Harnoto soal kasus HAM berat yang masih mandek alias belum tuntas,

“Menurut Saudara, mengapa hal itu (kasus HAM berat) sampai hari ini belum selesai?” tanya Bagir dalam kegiatan seleksi di Jakarta, Kamis (2/2) seperti dikutip dari Antara.

Awalnya, Bagir Manan bertanya apakah saat ini masih ada objek pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan negara.

Pertanyaan tersebut direspons langsung Harnoto, yang merupakan anggota Polri aktif, dengan menjawab masih banyak pelanggaran HAM berat belum selesai. Harnoto pun mencontohkan peristiwa penembakan misterius serta pelanggaran HAM berat di Aceh dan Papua.

Mendengar jawaban tersebut, Bagir menggali atau menanyakan lebih jauh penyebab dari berbagai kasus pelanggaran HAM berat tersebut yang hingga kini belum bisa diselesaikan.

Menjawab itu, Harnoto mengatakan penyebabnya karena situasi dan kondisi politik kebangsaan serta kekuasaan yang dominan.

Terlihat kurang puas dengan jawaban Harnoto, Bagir menanyakan ulang dan memastikan apakah penyebab belum tuntasnya kasus pelanggaran HAM berat itu karena masalah hukum atau politik.

“Jadi, bukan persoalan hukum tapi persoalan politik,” kata Bagir Manan mengulang jawaban Harnoto.

Harnoto, yang kini menjabat sebagai Gadik Madya 19 Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jawa Timur itu, menjawab secara tegas tidak selesainya sejumlah kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia adalah karena persoalan politik.

Sebelumnya, Presiden RIJoko Widodo(Jokowi) menyatakan Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Dua belas peristiwa itu adalah peristiwa tahun 1965-1966, penembakan misterius tahun 1982-1985, peristiwa Talangsari di Lampung tahun 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh tahun 1989, peristiwa penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998, dan kerusuhan Mei tahun 1998.

Kemudian, peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II tahun 1998-1999, peristiwa pembunuhan dukun santet tahun 1998-1999, peristiwa Simpang KKA Aceh tahun 1999, peristiwa Wasior Papua tahun 2001-2002, peristiwa Wamena Papua tahun 2003, serta peristiwa Jambo Keupok Aceh tahun 2003.

Sebanyak lima calon hakim ad hoc HAM menjalani proses seleksi tahap wawancara pada hari ini, Kamis (2/2). Mereka ialah Harnoto yang berlatar belakang Polri dan seorang pengacara bernama Heppy Wajongkere.

Tiga orang lainnya berlatar belakang hakim ad hoc tindak pidana korupsi yakni Ukar Priyambodo, Lafat Akbar dan M Fatan Riyadhi.

KY rencananya akan mengumumkan hasil seleksi wawancara terhadap lima calon hakim ad hoc HAM di MA itu pada Jumat (3/2) petang. Selain itu, pada saat yang sama, KY juga akan mengumumkan hasil seleksi wawancara 12 orang calon hakim agung. (Ind)

The post Pelanggaran HAM Berat Masih Menggantung-Gantung Di Peradilan HAM first appeared on indikasi.id.