JAKARTA – Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan (Menkeu) mengaku baru pertama kali menerima surat kompilasi laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Surat itu pun diterima setelah heboh adanya transaksi mencurigakan senilai Rp.300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diungkap Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI terkait Evaluasi Reformasi Birokrasi Kemenkeu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Awalnya Sri Mulyani menjelaskan Kemekeu dan PPATK membuat kerja sama yang diinstitusionalisasi sejak 2007-2023 dalam bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tidak pidana pendanaan terorisme.
“Itu pola kerja sama antara Kementerian Keuangan dan PPATK melalui pertukaran data, informasi asistensi perkara, pelaksanaan audit, perumusan produk hukum, riset dan penelitian, penugasan pegawai, pengembangan sistem informasi,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menuturkan, hubungan PPATK dengan Pajak dan Bea Cukai bertujuan untuk optimalisasi penerimaan pajak sejak 2021. Masing-masing instansi akan menyampaikan data-data tentang entitas yang dijadikan obyek untuk analisa bersama, ada parameter, dan melakukan tindak lanjut sesuai kewenangannya.
“Kalau Pajak terkait penerimaan negara, Cukai terkait bea masuk, bea keluar atau aspek kepabeanan lainnya,” jelasnya.
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan mengenai transaksi mencurigakan Rp300 triliun di lingkungan Kemenkeu.
“Saya akan masuk dalam surat heboh, Rp349 triliun dalam 300 surat, semuanya serba 300. Dalam hal ini, 8 Maret 2023 Pak Mahfud MD menyampaikan ke publik. Kami menanyakan kami belum menerima surat apa pun,” ujarnya.
Namun kemudian Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan telah mengirim surat. Sri Mulyani lalu melakukan pengecekan tapi belum ada surat masuk.
“Ternyata ada, surat pertama dikirim tanggal 9 dengan tertanggal 7. Surat pertama itu. Surat itu tidak ada angkanya, jadi saya juga tidak tahu kenapa ada angka, tapi saya hanya menerima surat PPATK yang sudah dikirim sejak 2009-2023. Ini baru pertama kali PPATK menyerahkan kompilasi surat kepada Kementerian Keuangan,” ujar Sri Mulyani.
Menurutnya, surat-menyurat PPATK dengan Kemenkeu biasanya terkait penyelidikan entitas atau tidak pernah melakukan kompilasi secara keseluruhan. Surat kompilasi sejak 2009 tersebut di luar pakem yang ada.
“Sampai tanggal 9 Maret 2023 saya mendapatkan surat belum ada angkanya, sehingga saya menyampaikan belum bisa memberikan pandangan,” ujarnya.
Pada 13 Maret 2023, PPATK kemudian menyampaikan surat kedua yakni seluruh daftar surat yang sudah dikirimkan PPATK ke berbagai instansi lengkap daftar 300 surat dengan nilai transaksi Rp.349 triliun.
“Surat yang seperti ini belum pernah kami terima. Ini dua surat berturut-turut, surat pertama daftar surat tanpa angka, dan ada daftar surat ada angkanya. Artinya format surat yang Kepala PPATK menyampaikan kepada kami dalam bentuk rekap tidak atau belum pernah terjadi,” ujar Sri Mulyani.
The post Sri Mulyani : Nominal Rp.349 Kompilasi 300 Surat PPATK first appeared on Majalah Hukum.