JAKARTA – Mangatta Toding Allo selaku penasihat hukum terpidana remaja perempuan berinisial AG (15) di kasus penganiayaan yang melibatkan Mario Dandy mengatakan, bahwa kliennya merupakan anak perempuan pertama yang dibui di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Tangerang.

Mangatta mengatakan, beberapa hari setelah AG mendekam di tempat tersebut, ada terpidana anak perempuan lain yang turut dijebloskan di LPKA Tangerang.

“Iya awalnya, tapi ada yang menyusul beberapa hari kemudian. AG jadi anak perempuan pertama di LPKA Tangerang,” ujar Mangatta di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2023).

Mangatta mengaku tengah mengupayakan agar AG bisa menempuh pendidikan di LPKA Tangerang. Ia menyebut AG belum mendapatkan pendidikan selama berada di dalam tahanan.

“AG pendidikannya sampai saat ini belum menerima pendidikan sejak dia di tahan dari Februari lalu. Makanya kami sedang mengusahakan dan mengupayakan ke LPKA untuk diberikan pendidikan,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa saat ini belum ada pendidikan untuk anak perempuan di LPKA Tangerang. Sebab, LPKA Tangerang merupakan tempat pembinaan untuk anak laki-laki.

“Karena LPKA di Tangerang itu belum ada pendidikan untuk anak perempuan, karena dia LPKA untuk laki-laki aja,” ujar Mangatta.

Sementara itu, LPKA Tangerang membuka kemungkinan AG mengambil paket C selama berada di tahanan. Kepala LPKA Tangerang, Setyo Pratiwi mengatakan bakal membicarakan hal itu dengan keluarga AG terlebih dahulu.

“Rencananya memang paket, tapi kan belum tahu, belum putus, jadi masih menunggu nanti setelah 14 hari keluarganya datang berkunjung, baru mungkin ada pembicaraan antara orang tuanya dengan AG,” ujar Setyo, Senin (26/6/2023).

Di dalam lapas khusus anak itu, terdapat ruang sekolah untuk SMA sederajat bagi penghuninya. Pengajarnya dari guru yang sudah bekerja sama dengan lapas.

Fasilitas perpustakaan dan sarana olahraga juga tersedia. Bahkan, ada pelatih skateboard yang didatangkan oleh pengurus penjara, untuk menjadi wadah kreatifitas anak-anak di balik jeruji besi.

Ada pula bengkel motor yang bekerjasama dengan salah satu Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) otomotif di Indonesia.

“Jadi kami upayakan anak-anak itu tidak terputus sekolahnya, kami di sini ada pendidikan formal dan non formal, yang formal SD SMP dan SMK otomotif dan untuk yang non formal ada paket yang paket A, B dan C,” jelasnya.

Pelatihan musik, kegiatan ibadah bagi berbagai umat agama, hingga kemandirian WBP anak-anak juga di ajarkan oleh pengasuhnya. Tujuannya agar setelah mereka bebas, bisa kembali percaya diri dan mendapatkan ilmu akademik.

“Sesuai dengan undang-undang di dalam sistem peradilan pidana anak, salah satu hak anak adalah memperoleh pendidikan,” ujarnya.

Di LPKA, AG juga tidak sendiri. Ada tahanan anak perempuan lainnya, yakni WBP yang tinggal dalam ruang tahanan yang sama. Kamarnya terpisah dengan tahanan anak laki-laki.

“Ada dua, karena kan di sini ada satu blok ya,” terangnya.

AG juga diklaim mengalami gangguan psikis akibat dieksekusi ke LPKA Tangerang.

“Psikisnya dalam 14 hari ini juga sangat goyang karena di orientasi dari tempat LPKA yang kondisinya juga kurang baik untuk anak karena penyesuaian yang banyak,” ujar Mangatta.

Atas kondisi itu, ia pun menyayangkan sikap jaksa penuntut umum yang meminta AG dihadirkan di muka persidangan. Padahal, Mangatta telah mengajukan permohonan agar AG diperiksa sebagai saksi secara daring.

Kendati demikian, ia menyebut kliennya telah kooperatif dalam memberikan kesaksian untuk membuat terang kasus penganiayaan ini.

“Dia sebenernya cukup nervous saat memberikan keterangan. Dari awal pada saat kita ngecek dia karena mungkin ramai dan sidang terbuka bahkan saat pemeriksaan identitas juga terbuka, itu yang kami sayangkan,” ujarnya.

Menurutnya, AG sempat grogi hingga bingung dalam beberapa keterangan yang sebenarnya sudah dipahami. Adapula beberapa keterangan yang tak sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP). Namun, AG bisa kembali meluruskan usai dicecar oleg majelis hakim.

AG telah divonis bersalah dalam kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora. AG terbukti turut serta terlibat, sehingga diberikan hukuman 3,5 tahun penjara.

Tindak pidana penganiayaan itu dilakukan AG bersama-sama dengan Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan (19).

Peristiwa penganiayaan terhadap David terjadi pada 20 Februari 2023 sekitar pukul 19.00 WIB di Perumahan Green Permata, Jalan Swadarma Raya, Kelurahan Ulujami, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

The post Kuasa Hukum : AG Anak Perempuan Pertama yang Dibui di LPKA Tangerang first appeared on Majalah Hukum.Artikel Kuasa Hukum : AG Anak Perempuan Pertama yang Dibui di LPKA Tangerang pertama kali tampil pada bsdrlawfirm.com.