Beranda Ragam Atasi Ketimpangan Kota

Atasi Ketimpangan Kota

207

Banjir di sejumlah perkampungan di Jakarta dan sekitarnya yang bersebelahan dengan perumahan mewah yang terbebas dari rendaman air mencerminkan buruknya pembangunan kota. Masalah itu tak akan terjadi jika pemerintah daerah betul-betul mengurus perkampungan. Dengan sumber dayanya, pemerintah daerah semestinya bisa membuat kampung yang layak huni dan aman dari air bah.

Contoh terbaru adalah banjir di perkampungan di Cakung, Jakarta Timur, yang bersebelahan dengan perumahan Jakarta Garden City. Ratusan orang memprotes perumahan tersebut karena membuang air ke kali di kampung mereka sehingga meluap bila hujan lebat. Kemarahan mereka adalah suara yang harus didengarkan pemerintah, agar pembangunan kota memperhatikan seluruh penghuninya.

Fakta bahwa ada 118 dari 267 kelurahan di Jakarta yang memiliki kawasan kumuh, dengan 30 persen di antaranya berada di tepi kali, memperlihatkan tingkat kesenjangan yang tinggi di Ibu Kota. Tanpa infrastruktur yang memadai, kawasan itulah yang paling rentan menanggung luapan air. Karena itu, penting bagi pemerintah untuk segera menata perkampungan agar layak ditinggali yang ditunjang dengan infrastruktur dasar, seperti drainase, yang mumpuni.

Dalam pembangunan perumahan di kota selama ini, pengembang swasta merupakan motor utama. Bagi penghuni perumahan, hasilnya memang bagus. Perumahan, misalnya, memiliki jalan yang besar dan drainase yang efektif. Masalahnya, pembangunan cara ini selalu ada efek sampingnya. Kerap didapati perumahan itu berada di tengah perkampungan sehingga fasilitas dan sarananya jomplang dengan permukiman di sebelahnya. Bila hujan deras turun, habislah perkampungan tersebut.

Tugas pemerintahlah memastikan pembangunan tersebut tak merugikan penduduk sekitar. Dalam kasus perumahan Jakarta Garden City, pemerintah semestinya memastikan sejak awal bahwa perumahan tersebut mengalirkan air di drainasenya ke Kanal Banjir Timur, bukan ke kali di kampung penduduk. Bila dulu pengembang tak menyanggupi, semestinya izin pembangunan tak turun. Pemberi izin harus memahami bahwa pembangunan selalu terkait dengan lingkungan sekitarnya.

Di sinilah pentingnya izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) atau izin upaya pemantauan lingkungan hidup dan upaya pengelolaan lingkungan hidup (UPL-UKL) dalam membangun perumahan. Amdal, jika luas perumahan di atas 200 hektare; dan UPL-UKL, jika areanya lebih kecil, diperlukan untuk memastikan pembangunan tak berdampak buruk terhadap masyarakat sekitar. Sayangnya, alih-alih memperbaiki sistem dan mekanisme penyusunannya, pemerintah justru berniat menghapusnya.

Pemerintah DKI Jakarta, juga pemerintah daerah lain, perlu segera mengoreksi perencanaannya dalam pembangunan kota. Mereka harus menjamin ruang hidup masyarakat marginal di kampung-kampung kota yang sering kali diabaikan-dan baru diperhatikan bila menjelang pemilihan umum. Peristiwa di Jakarta Garden City, dan tempat lain yang memprotes hal serupa, menggaungkan lagi suara yang selama ini tak dihiraukan.

Sumber : https://kolom.tempo.co/read/1312211/atasi-ketimpangan-kota/full&view=ok